Penyelenggaraan Pilkada Saat Pandemi Corona Tabrak 3 Teori Penting

Warga berikan hak pilih di TPS pada Pilkada Serentak 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

VIVA – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun ini akan dilangsungkan pada 9 Desember 2020. Terkait dengan hal tersebut, pakar Ilmu Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan menilai bahwa keputusan tetap dilangsungkannya pilkada serentak di tengah pandemi Corona COVID-19 seperti saat ini ibarat menabrak sejumlah teori pemilu maupun pilkada yang ada selama ini.

Hasil Quick Count 5 Lembaga Survei Kukuhkan Keunggulan Pramono-Rano di Atas 50 Persen

Djohermansyah menjabarkan teori pertama adalah, tidak ada pilkada bila ada bencana.

“No election during disaster time. Itu dalil dan dimunculkan normanya di dalam UU kita. Jadi begitu ada bencana alam, apalagi ini bencana non-alam nasional,” kata Djohermansyah dalam diskusi daring, Sabtu 13 Juni 2020.

Tuding Ada Mobilisasi Pejabat Daerah di Pilkada 2024, Megawati: Demokrasi Terancam Mati!

Selain itu, Djohermansyah juga menyebut pada Desember 2020 belum ada jaminan bahwa kondisi sudah membaik. Mengingat kata dia, hingga saat ini kurva kasus COVID-19 di Tanah Air belum melandai.

“Kurva melandai menurun itu sampai sekarang kan tidak terjadi. Dan kawan-kawan ahli epidemiologi kan tidak diajak dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan ini. Itu yang saya baca ya di media ya. Nah itu jadi satu tanda tanya,” kata dia.

Anies Telepon Pramono usai Pantau Quick Count, Langsung Ucapkan Selamat?

Teori kedua yang dilanggar adalah seharusnya hajatan pilkada merupakan pesta demokrasi lokal yang mana masyarakat harus gembira, harus nyaman, harus tenang. Namun saat ini tak ada jaminan untuk itu karena masyarakat bisa merasa tak nyaman dan aman.

“Sekarang orang masih memikirkan keselamatan dirinya ya. Bila tidak shift, karena uang yang belum ada, logistiknya juga entah di mana. Dan ini 300.000 TPS lebih. Apa ada itu alat-alat logistik di Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” kata dia.

Teori terakhir yang ditabrak adalah terkait dengan penyelenggaraan pilkada serentak sendiri. Djohermansyah menyebut sebetulnya pilkada ditunda tidak menjadi sebuah persoalan. Sebab menurutnya, Indonesia punya mekanisme pengangkatan pejabat atau PJ Kepala Daerah.

“Jadi kalau habis masa jabatan, belum terpilih atau belum dilantik kepala daerah karena pilkada kita belum bisa kita laksanakan, tidak ada soal. Pakem selama ini, selama kita punya pilkada itu bisa diangkat PJ. Sehingga pemerintahan daerah juga bisa berjalan,” imbuh pakar itu.

Baca juga: Lagi-lagi Penambahan Positif Corona di Indonesia Lebih 1000 Sehari
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya