Romahurmuziy Bebas, KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung
- Edwin Firdaus
VIVA – Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Rommy keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rabu malam, 29 April 2020.
Rommy dibebaskan dari tahanan seiring dengan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman satu tahun pidana penjara dikurangi masa penahanan terhadap terdakwa perkara dugaan suap pengisian jabatan atau jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama tersebut.
Berdasarkan perhitungan, masa penahanan Rommh telah genap satu tahun atau sesuai dengan putusan PT DKI. Kepada awak media, Rommy mengaku bersyukur dapat kembali menghirup udara bebas.
"Saya ucapkan puji syukur alhamdulillah, sesuai dengan putusan tinggi DKI Jakarta bahwa saya sudah selesai menjalani per tanggal 28 April kemarin selama satu tahun penuh," kata Romy.
Meski telah menghirup udara bebas, Rommy mengaku belum puas dengan putusan PT DKI yang telah menyunat hukumannya menjadi hanya satu tahun pidana penjara. Hal ini lantaran Romy menilai putusan PT DKI belum sesuai dengan fakta yang muncul di persidangan.
"Kami belum puas dengan putusan pengadilan tinggi karena belum sesuai dengan fakta-fakta hukum yang memang mengemukakan di persidangan. Tetapi ini adalah berkah Ramadhan bagi saya, yang patut saya syukuri kembali bersama keluarga," ujarnya.
KPK Ajukan Kasasi
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi tetap akan mengajukan kasasi atas bebasnya terdakwa mantan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Muchammad Romahurmuziy.
"KPK memastikan telah mengajukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung sejak 27 April 2020 lalu," kata Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
Ia memandang terdapat sejumlah persoalan pada putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, di antaranya, majelis hakim tingkat banding telah tidak menerapkan hukum, atau menerapkan hukum tapi tidak sebagaimana mestinya.
Hal itu terlihat dalam pertimbangan majelis banding terkait penerimaan uang oleh terrdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan terdakwa.
Kemudian, majelis hakim tingkat banding juga tidak menerapkan hukum, atau menerapkan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya pada saat mempertimbangkan mengenai keberatan penuntut umum, terkait hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, dengan tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan penuntut umum tersebut.
"Selain itu, majelis hakim tingkat banding tidak memberikan pertimbangan yang cukup terkait penjatuhan pidana kepada Terdakwa yang terlalu rendah," kata Ali Fokri di Jakarta, Rabu, 29 April 2020.
Untuk itu, ia berharap Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan alasan permohonan kasasi KPK sesuai fakta hukum yang ada dan juga menimbang rasa keadilan masyarakat terutama karena korupsi adalah kejahatan luar biasa.
"KPK juga menyadari masyarakat sangat memperhatikan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani, termasuk aspek rendahnya hukuman untuk terpidana korupsi," katanya.
Sebelumnya, Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Rommy divonis dua tahun penjara, denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan. Rommy selaku anggota DPR RI disebutkan terbukti menerima suap terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
"Menyatakan terdakwa Romahurmuziy telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20 Januari 2020.
Hakim mengatakan Rommy menerima uang Rp255 juta dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanuddin, terkait seleksi jabatan. Hakim menyebutkan, Rommy melakukan intervensi langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris melalui Menag Lukman Hakim Saifuddin.