Komnas HAM: Darurat Sipil Keliru, RI Darurat Pelayanan Kesehatan
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
VIVA – Presiden Joko Widodo menyatakan akan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar, yang diiring status darurat sipil untuk mencegah pergerakan dan berkerumunnya orang-orang dalam rangka mencegah penyebaran virus corona. Langkah pemerintah ini mendapat kritikan dari publik dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).Â
Komisioner Komnas HAM, Amiruddin, menilai keputusan Presiden Jokowi untuk menangani dampak corona dengan darurat sipil sesungguhnya tidak tepat.Â
"Dalam sistem politik yang demokratis merencanakan pemberlakuan keadaan darurat sipil, sesungguhnya adalah sebuah kekeliruan," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa 31 Maret 2020.Â
Menurut Amiruddin, saat ini tidak ada urgensinya untuk diberlakukannya status darurat sipil dikarenakan, negara tidak sedang menghadapi ancaman pemberontakan atau ancaman politik yang berbahaya. Pemerintah daerah, yaitu pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota tidak sedang lumpuh, melainkan masih berfungsi secara efektif.Â
"Jadi tidak ada situasi kevakuman pemerintahan," katanya.
Darurat pelayanan kesehatan
Amiruddin menyatakan, saat ini Indonesia tepatnya sedang menghadapi darurat pelayanan kesehatan akibat makin luasnya wilayah yang terjangkit virus Covid-19. Oleh karena itu yang dibutuhkan rakyat adalah, adanya kepastian tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan yang siap untuk bertindak serta alat kesehatan dan ketersediaan obat yang cukup.
Dia juga meminta pemerintah menyediakan adanya alat pelindung diri (APD) yang cukup untuk tenaga kesehatan, alat tes maupun pemeriksaan COVID-19 secara massal di zona merah, serta terus mendorong percepatan dan perbanyakan tracing, dan testing baik melalui Rapid Test maupun PCR Test (Polymerase Chain Reaction).
Pemerintah juga harus memberikan jaminan pasokan dan pendistribusian sembako yang menjangkau seluruh warga di semua lokasi. Khusus untuk mereka yang kehilangan pendapatan karena adanya pembatasan pergerakan maka pemerintah perlu memastikan mereka tetap memperoleh sebagian pendapatannya dan terpenuhi kebutuhan pokoknya selama pembatasan terjadi.
"Maka dari itu daripada merancang darurat sipil yang mengandung banyak potensi pengingkaran pada HAM, terutama hak-hak sipil dan politik, lebih baik pemerintah fokus merancang secara seksama upaya untuk mencegah perluasan penyebaran COVID-19," katanya.Â
Â