UU KPK Mulai Berlaku, Kasus Besar yang Sedang Diusut Bisa Tenggelam?
- bbc
"Sedangkan dalam praktik tangkap tangan yang diperlukan adalah ketelitian dan kecepatan untuk mengambil keputusan. Ini akan lebih sulit dan menjadi penghambat pelaksanaan kewenangan KPK," ujar Fajri.
Sementara, menurut Oce Madril, dengan adanya undang-undang KPK yang baru "akan lebih memanjakan para koruptor" karena ke depan OTT akan lebih sulit dilakukan.
"Dan kita tahu yang diungkap dengan cara OTT adalah transaksi suap, yang pembuktiannya cukup sulit. Sehingga, ke depan, transaksi suap akan marak terjadi. Karena satu-satunya cara untuk mengungkap korupsi dalam bentuk suap adalah dengan operasi tangkap tangan dan itu melalui penyadapan," jelas Oce.
`KPK berada di bawah tekanan`
Selain itu, kewenangan baru KPK yang bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun itu dinilai Oce Madril bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan justru membuat KPK berada di bawah tekanan.
"Tentunya dibukanya peluang itu akan membuat KPK dibawah tekanan karena tentu setelah ini akan banyak pihak yang meminta dan mendesak KPK agar menghentikan perkara-perkara yang lebih dari dua tahun dan itu belum selesai," kata Oce.
Kekhawatiran yang sama diungkapkan oleh Kurnia Ramadhana dari ICW yang menyebut penghentian kasus yang penanganan kasusnya melebihi dua tahun itu akan "berimplikasi buruk pada kelembagaan KPK".
"Kita bisa melihat kasus yang dibawah tahun 2017, ada lebih dari 10 kasus besar yang ditangani KPK dan memang harus dipahami bahwa tidak tepat memberikan tengat waktu dalam penerbitan SP3 karena kan setiap perkara tingkat kerumitannya berbeda," ujarnya.
Dia mencontohkan, kasus-kasus korupsi besar yang saat ini sedang ditangani KPK antara lain kasus KTP elektronik dengan kerugian negara Rp 2,7 triliun. Selain itu, ada kasus BLBI dengan kerugian negara Rp 4,8 triliun, dan ada kasus besar lain seperti bailout Bank Century.