Prof Emil Salim, Ekonom Senior yang Disebut Sesat oleh Arteria Dahlan
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA – Nama Profesor. DR. Emil Salim saat ini tengah ramai diperbincangkan, setelah disebut sesat oleh anggota DPR dari PDIP Perjuangan, Arteria Dahlan.
Arteria tidak hanya berkata kasar kepada Guru Besar Universitas Indonesia itu, ia bahkan menunjuk-nunjuk Emil Salimdi acara Mata Najwa episode "Ragu-ragu Perppu", Kamis malam 10 Agustus 2019. Â
Emil Salim merupakan seorang ekonom senior di Indonesia. Keseriusan dan keahliannya dalam bidang ekonomi mengantarkannya dekat dengan lingkaran istana presiden Soeharto.Â
Prof. Dr. Emil Salim lahir di Lahat, Sumatera Selatan, 8 Juni 1930. Ia mengenyam pendidikan di Frobel School selama setahun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Setelah itu, ia melanjutkan ke sekolah Belanda Europesche Lagere School (ELS) selama 4 tahun di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Sedangkan 2 tahun berikutnya ia lanjutkan di ELS di tempat kelahirannya. Setelah Jepang masuk ke Indonesia, pada 1942-1944, pendidikannya pun berlanjut di Dai Ichi Syo-Gakko, Palembang.
Baca juga:Â Rekam Jejak Arteria Dahlan, Politikus Muda Penuding Emil Salim Sesat
Pada 1945 setelah Indonesia merdeka, Emil Salim masih terus melanjutkan studinya hingga ia kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI).
Lulus dari UI, Emil Salim pun hijrah ke Negeri Paman Sam untuk melanjutkan program S2 dan S3 di Ilmu Ekonomi, University of California, Berkeley. Ia lulus dengan gelar Master of Arts dan Doctor of Philosophy pada tahun 1964.
Setelah ia menyelesaikan studinya di Amerika, pada tahun 1966 ia menjadi anggota Tim Penasihat Ekonomi Presiden.
Lima kali jadi menteri
Emil Salim menjadi menteri lima kali selama 22 tahun. Tak hanya itu, setelah tak jadi menteri, ia pun diminta menjadi tim penasihat presiden. Ia menjadi menteri saat berusia 41 tahun.Â
Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara adalah jabatan pertamanya. Ia ditunjuk oleh Presiden Soeharto. Saat itu, Soerharto berharap Emil Salim bisa mengatasi persoalan pegawai negeri sipil pada masa awal kabinetnya.
Meski begitu, itu bukan pertama kalinya Emil bersentuhan dengan istana. Lima tahun sebelumnya, saat ia berusia 36 tahun, ia sudah menjadi tim Tim Penasihat Ekonomi Presiden. Perjalanan Emil memang tak jauh dengan istana. Berulangkali pergantian rezim, ia tetap diperlukan keahliannya.
Pada 1999, ia kembali dekat dengan istana. Ia ditunjuk menjadi Ketua Dewan Ekonomi Nasional oleh rezim baru Presiden Abdurrahman Wahid. Â
Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ia menjabat yang sama. Bahkan periode berikutnya, ia menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden hingga 2014.