Wacana Hidupkan GBHN Lewat Amendemen UUD 1945
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Isu Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) kembali ramai diperbincangkan. Kali ini, 'peta jalan' Indonesia yang dihapus ketika reformasi 1998 diwacanakan dihidupkan kembali lewat undang-undang baru. Sejumlah fraksi pun sepakat dengan mengamendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 terbatas.
"Cara amendemen atau kebutuhan akan GBHN itu kemarin rekomendasinya ada dua. Apakah dibentuk dalam UU saja atau melalui Tap MPR. Kalau melalui UU maka tak dibutuhkan amendemen. Cukup pemerintah atau DPR atau DPD menyampikan usul inistaif atas GBHN," kata Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, dikutip dari VIVAnews.
Ia menyampaikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) punya pendapat mengenai GBHN lebih disosialisasikan dulu atau menunggu hasil rumusan dari Badan Kajian MPR. Jika amendemen itu, GBHN dimasukkan dalam Ketetapan MPR atau Tap MPR, maka amendemen UUD 1945 terbatas dilakukan.
"Kalau sekarang belum tepat, karena ini kan masa awal, perlu penataan. Tetapi salah satu kewenangan MPR itu mengubah UUD, itu mau digunakan atau tidak. Tentu tergantung dari situasi dan kondisi dan aspirasi masyarakat dan parpol yang ada," kata dia.
Usal dilantiknya Bambang Soesatyo menjadi Ketua MPR, wacana mengamendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara terbatas disampaikan oleh politisi Partai Golkar itu dalam pidato pembukanya.
Meski tak secara gamblang berkeinginan mengamendemen UUD 1945, Bamsoet -sapaan Bambang- lembaga permusyawaratan itu terbuka akan perubahan zaman. Pilihan untuk mengamandemen UUD 1945 harus mengedepankan pada rasionalitas dan konsekuensi.
"Kami berharap, MPR periode ini adalah MPR yang terbuka dan mampu menatap perkembangan baik nasional, maupun internasional," kata Bambang, Kamis pekan lalu.