Ironi di Balik Pengesahan UU Sumber Daya Air dan SBPB
- bbc
Komersialisasi air
Peraturan ini menjadi salah satu dari beberapa peraturan perundangan terkait sumber daya alam yang dibahas DPR dan dikritik publik karena dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Sebelumnya, DPR juga telah mengesahkan RUU tentang Sumber Daya Air pada pekan lalu.
Regulasi ini mengatur banyak hal, mulai pemanfaatan air, perizinan, hingga ancaman pidana bagi mereka yang melanggar. Dalam UU tersebut, bagi mereka yang menggunakan air untuk usaha tanpa izin bisa dijerat pidana dan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.
Periset Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA) Sigit Budiono memandang undang-undang tersebut berpeluang memicu komersialisasi air dan belum melindungi hak rakyat atas air.
Pengesahan RUU Sumber Daya Air akan mengisi kekosongan setelah Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2015 lalu.
Dalam putusan uji materi MK beralasan bahwa undang-undang itu belum menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta sehingga bertentangan dengan UUD 1945.
Namun, Sigit memandang dalam undang-undang yang baru, pengaturan hak asasi atas air diletakkan setara dengan hak usaha sehingga kompleksitas pemenuhan air disederhanakan semata persoalan pelibatan swasta dalam sistem penyediaan air minum (SPAM).
"Masih ada peluang untuk mengkomersialisasi air lewat SPAM yang sebenarnya adalah tanggung jawab negara dalam pemenuhan atas layanan air, itu dikategorikan sebagai kebutuhan usaha," ujar Sigit.
"Bahasanya adalah kebutuhan usaha untuk pemenuhan SPAM, itu menjadi salah satu prioritas dalam hak atas air itu sendiri. Itu sebenarnya mencampurkan pengusahaan atas air dengan hak atas air itu sendiri, yang menurut MK tidak boleh digabung," lanjutnya.