Logo DW

LIPI: Politik Dinasti di Indonesia Kian Subur

Elnur/Fotolia
Elnur/Fotolia
Sumber :
  • dw

Dalam satu periode yang sama, hampir seluruh anggota keluarga dinasti ini memegang jabatan penting dalam politik di provinsi tersebut: (1) Ratu Atut Chosiyah (anak) sebagai Gubernur Banten selama dua periode dari 2007 hingga 2013; (2) Ratu Tatu Chasanah (anak) sebagai Wakil Bupati Serang periode 2010-2015 dan Bupati Serang periode 2016-2020; (3) Airin Rahmy Diany (menantu) sebagai Walikota Tangerang Selatan selama dua periode sejak 2011 hingga 2020; (5) Andhika Hazrumy (cucu) sebagai anggota DPD RI dari Provinsi Banten periode 2009-2014 dan anggota DPR RI Dapil I Banten periode 2014-2016 serta Wakil Gubernur Banten periode 2017-2022; (6) Andiara Aprilia Hikmat (cucu) sebagi anggota DPD RI dari Banten periode 2014-2019; (7) Tubagus Khaerul Jaman (anak) sebagai Walikota Serang periode 2013-2018.

Sementara (8) Heryani Yuhana (istri ke-5) sebagai anggota DPRD Pandeglang periode 2009-2011; (9) Ratna Komalasari (istri ke-6) sebagai anggota DPRD Kota Serang periode 2009-2013; (10) Ratu Ella Nurlaella (keponakan) sebagai anggota DPRD Prov Banten periode 2009-2019; (11) Ade Rossi Khaerunnisa (cucu menantu) sebagai DPRD Kota Serang periode 2009-2014 dan DPRD Provinsi Banten periode 2014-2019; (12) Tanto Warsono Arban (cucu menantu) sebagai DPRD Provinsi Banten periode 2014-2015; (13) Aden Abdul Khaliq (menantu) sebagai anggota DPRD Provinsi Banten (2009-2012).

Belum lagi yang menjabat sebagai fungsionaris Partai Golkar DPW Banten/ DPC wilayah di Banten maupun menjadi pimpinan organisasi pengusaha seperti KADIN dan Gapensi, maupun organisasi sosial. Yang menarik, di Banten bukan hanya ada Dinasti Chasan tetapi juga dinasti Dimyati di Pandeglang, Dinasti Jayabaya di Lebak.

Mengapa sampai bisa semasif itu?

Secara umum di Banten sampai terjadi dinasti politik yang begitu masif adalah karena Chasan Sochib berhasil mengkooptasi wilayah di Banten secara ekonomi sejak sebelum otonomi daerah dimulai (yaitu sejak masih menjadi bagian dari Jawa Barat). Ketika desentralisasi berjalan, kooptasi itu meluas dengan memasuki bidang politik terutama melalui pilkada. Selain itu di Banten tidak ada organisasi civil society yang secara konsisten membantu masyarakat umum untuk meningkatkan literasi politik mereka. Oleh karena itu, anggota dinasti politik di Banten terus terpilih dalam pemilu/pilkada meskipun kasus korupsi yang melanda anggota keluarganya yang telah menjadi pejabat publik sebelumnya sudah terpampang nyata.

Apa dampaknya?

Tentu lebih banyak dampak negatif, karena politik dinasti akan mengaburkan atau bahkan meniadakan fungsi checks and balances dalam pemerintahan. Kita tentu sulit mengharapkan seorang anggota DPRD dari dinasti A mengkritisi ekskutif yang juga berasal dari dinasti A di mana mereka memiliki hubungan kekerabatan. Dan checks and balances yang buruk akan mengarah ke praktik korupsi, sebagaimana yang terjadi di Banten.

Apakah kecenderungan politik dinasti bisa dicegah? Bagaimana caranya?

Cara efektif sebenarnya adalah melalui kebijakan (undang-undang) yang mencegah orang untuk mendapatkan kekuasaan yang sarat konflik kepentingan. Salah satunya adalah UU/pasal antipolitik dinasti. Tapi pasal ini sudah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai akan menghalangi hak konstitusional seseorang untuk berpartisipasi dalam pemilu.