Kasus Caleg Foto Cantik : Mengapa MK Menangkan Evi Apita Maya?
- bbc
Mahkamah Konstitusi memutuskan hasil edit `foto cantik` yang dilakukan calon anggota DPD asal Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya, tidak melanggar konstitusi.
Ketua Majelis Hakim MK, Anwar Usman dalam pertimbangannya, menyatakan, "Pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum".
Anwar Usman menjelaskan, permohonan dari pemohon selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," katanya seperti tertulis dalam putusan sidang sengketa di MK, Jumat (09/08).
Gugatan editan `foto cantik` untuk keperluan kampanye merupakan yang pertama di Indonesia.
Sebelumnya Evi Apita Maya digugat pesaingnya, Farouk Muhammad ke MK karena foto hasil editannya dianggap "di luar batas kewajaran".
Hasil suara menunjukkan Farouk yang memperoleh 188.678 suara, menempati posisi kelima atau terdepak dari kontestasi calon anggota DPD RI NTB.
Berdasarkan Undang Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, anggota DPD untuk setiap provinsi hanya empat kursi.
Sementara itu, Evi Apita Maya menempati posisi pertama dengan perolehan 283.932 suara.
`Kemenangan Evi sudah diprediksi`
Sebelumnya, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil memperkirakan gugatan karena editan `foto cantik` akan ditolak MK.
Aturan pas foto ini tertuang dalam Keputusan KPU No. 883/PL.01.4-Kpt/06/KPU/VII/2018 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran dan Verifikasi Perseorangan Calon Anggota DPD.
Aturan ini tidak mengatur secara rinci mengenai ketentuan penyuntingan foto wajah.
Regulasi ini hanya menyebutkan bakal calon anggota DPD wajib menyerahkan foto berwarna terbaru yang diambil paling lambat 6 bulan sebelum pendaftaran calon anggota DPD.
Di dalam aturan ini juga tidak ditentukan warna latar foto, dan pakaian (selama tidak menggunakan simbol negara).
"Nah, ini penting mendengar keterangan KPU dan Bawaslu. Satu, apakah sudah diverifikasi, ketika diterima dalam proses pendaftaran sebagai syarat calon, dan kedua apakah pernah dipersoalkan dalam mekanisme kampanye dan pelanggaran dalam proses kampanye pemilu," kata Fadli, Senin (15/07).
Selain itu, indikator pemilih dalam menentukan pilihan sangat beragam. Menurut Fadli akan sangat sulit ketika menjadikan foto sebagai satu-satunya faktor pemilih dalam menentukan pilihan.
"Dan kalau mau mengaitkan relevansinya tentu akan sangat sulit, karena variable pemilih dalam memilih calon itu kan banyak. Kenapa hanya mengejar foto itu?" tutup Fadli.
Sementara itu, dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia, Evi Apita juga yakin gugatannya akan akan dimenangkan oleh MK.
Ia menilai gugatan yang dilayangkan pesaingnya itu terlalu mengada-ada.
"Kalau reaksi itu, bukan saya sendiri yang kaget. Semua kaget dan terheran-heran. Kenapa kok sampai foto yang dipermasalahkan? Itu reaksinya. Pertama kaget dan kita tidak berpikir bahwa beliau (Farouk Muhammad) dan timnya sampai ke Mahkamah Konstitusi," kata Evi.
Evi melanjutkan, edit foto untuk keperluan kampanye pemilu merupakan hal wajar, dan tidak melanggar aturan. "Ya, semua punya strategi masing-masing, tapi tidak menyalahi aturan. Sah-sah saja," katanya.