Survei Litbang Kompas: PSI Partai Baru Paling Ditolak Masyarakat

Simpatisan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menata boks-boks berisikan berkas
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA - Hasil survei terbaru dari Litbang Kompas tidak hanya menunjukkan soal partai baru yang tidak lolos ke DPR dalam Pemilu 2019. Namun, survei juga menemukan soal tingkat resistensi atau penolakan masyarakat terhadap partai-partai tersebut.

Blak-blakan Eks Caleg PDIP dari Kalimantan Barat Usai Diperiksa KPK Kasus Harun Masiku

Seperti dikutip dari Harian Kompas, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi partai baru yang paling tinggi tingkat resistensinya di masyarakat yakni mencapai angka 5,6 persen. Selanjutnya adalah Partai Perindo dengan tingkat resistensi 1,9 persen, lalu Partai Berkarya 1,3 persen, dan Partai Garuda 0,9 persen.

Terkait dengan hal itu, Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe, mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan resistensi tinggi terhadap PSI dan parpol baru lain adalah soal komunikasi politik. Secara khusus, Ramses menyoroti figur parpol sebagai komunikator politik.

Pemilu 2024 Lebih Teduh Dibanding 2019

"Komunikator politik ini sangat menentukan sekali bagaimana bisa meyakinkan masyarakat. Ketika komunikator ini kurang mampu meyakinkan masyarakat, atau sikap-sikap mereka misalnya tidak cukup elok, maka masyarakat akan antipati terhadap partai itu. Jadi bukan karena partainya tapi sosok figur," kata Ramses saat dihubungi wartawan, Kamis, 21 Maret 2019.

Ramses menuturkan ketika kader PSI menyampaikan komentar tentang suatu hal yang mengundang kontroversi dan mendapat sentimen negatif di masyarakat, hal itu bisa mempengaruhi elektabilitas dan resistensi terhadap parpol.

AROPI: Dibanding Musim Pemilu 2019, Tingkat Kepercayaan Terhadap Lembaga Survei Naik 7,6%

"Saya pernah membaca bagaimana komentar tokoh PSI terhadap kebijakan Wakil Bupati Bandung. Nah, itu mendapat resistensi di masyarakat. Artinya, medsos juga mempermudah masyarakat dapat informasi, tapi juga mempermudah justifikasi terhadap isu yang ada," ujarnya.

Ramses menuturkan dalam sistem pemilihan di Indonesia, ketika pemilih mencoblos caleg di partai itu, otomatis suaranya masuk ke partai. Dan ketika pemilih mencoblos partai, tidak memilih caleg, maka suaranya masuk ke partai.

"Begitu sistem pemilihan kita. Kekuatan elektabilitas orang sebenarnya menjadi kekuatan partai itu sendiri," tuturnya.

Sebelumnya, Penelitian dan Pengembangan atau Litbang Kompas menggelar survei terbaru terkait Pemilu 2019 khususnya mengenai elektabilitas partai-partai politik dalam menghadapi pemilihan legislatif. Hasilnya, hanya enam partai yang mereka prediksi lolos ke DPR karena memenuhi syarat ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

Seperti dikutip dari Harian Kompas, Kamis, 21 Maret 2019, enam partai tersebut yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 26,9 persen, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) 17 persen, Partai Golongan Karya (Golkar) 9,4 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 6,8 persen, Partai Demokrat 4,6 persen, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 4,5 persen.

Sedangkan, 10 partai lainnya tidak lolos yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) 2,9 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2,7 persen, Partai Nasdem 2,6 persen, Partai Hanura 0,9 persen, Partai Bulan Bintang (PBB) 0,4 persen, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 0,2 persen. Kemudian partai-partai baru seperti Partai Perindo 1,5 persen, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 0,9 persen, Partai Berkarya 0,5 persen, dan Partai Garuda 0,2 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya