Konflik Dengan OSO, GKR Hemas Mengadu ke Jokowi
- VIVA/Agus Rahmat
VIVA – Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, mengadu ke Presiden Joko Widodo, terkait konfliknya dengan Oesman Sapta Odang di Dewan Pimpinan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).
Konflik ini, terkait posisi pimpinan DPD beberapa tahun lalu. Saat itu, Ketua DPD masih dijabat oleh Irman Gusman. Polemiknya, terkait kedudukan pimpinan yang disebut bisa diganti di pertengahan periode. Hingga bergulir ke Mahkamah Agung (MA). Pimpinan yang tersingkir seperti GKR Hemas hingga Faroek Mohammad.
"Kami diundang oleh Presiden kemarin. Dalam hal ini beliau minta kami menjelaskan persoalan yang terjadi di DPD, jadi itu sudah kami jelaskan tadi dan beliau sudah memahami kira-kira apa yang harus kami lakukan berikutnya," kata GKR Hemas, di Istana Negara, Jakarta, Selasa 8 Januari 2019.
Hemas didampingi bersama anggota DPD lainnya, dan kuasa hukum Irman Putrasidin. GKR Hemas mengatakan, pencopotan dirinya dari kursi kepemimpinan di DPD, lantaran dianggap tidak patut. Karena itulah, Jokowi meminta penjelasan, dimana letak ketidakpatutan dari seorang istri Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau Sri Sultan Hamengkubuwana X itu.
Menurut Hemas, konflik dengan OSO ini sudah ia paparkan ke Presiden Jokowi. Mantan Gubernur DKI itupun mengaku mendapat dukungan jika ingin melanjutkan proses ini ke tingkatan hukum selanjutnya yakni Mahkamah Konstitusi. "Malah beliau (Jokowi) setuju dan mendorong supaya semua terselesaikan di MK," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum Irman Putrasidin menjelaskan Ia memang banyak ditanya oleh Jokowi terkait konstruksi hukum persoalan yang menimpa DPD ini. Dia menegaskan, sebenarnya konflik kepemimpinan di DPD belum selesai. Karena putusan MA yang dijadikan alasan oleh pihak OSO, menurutnya tidak ada keputusan mahkamah yang menyebut kepemimpinan itu yang sah.
"Kami juga menyampaikan bahwa kami akan mencari kepastian siapa lembaga negara yang berwenang antara kami berdua ini ke MK, dan MK kami mengharapkan memutuskan perkara ini lembaga yang berwenang siapa, Ibu Ratu dan Pak Faruq atau Osman Sapta dkk," kata Irman.
Irman mengatakan, sangat penting bagi Presiden Jokowi untuk memperhatikan konflik DPD ini. Karena lembaga ini adalah setingkat, dan tidak seharusnya terjadi konflik atau dualisme. Hubungan dengan lembaga Kepresidenan, juga menjadi tidak baik.
Lanjut Irman, proses pengambil alihan kekuasaan di DPD seperti yang dilakukan oleh OSO, tidak tepat. Karena tanpa melalui proses hukum. Ia khawatir, jika pola seperti ini tidak dilawan, maka berimbas pada lembaga negara lain, bahkan presiden sekalipun.
"Karena kami sampaikan bahwa pengambilalihan kekuasaan seperti ini tidak bisa dibiarkan karena akan menjadi pembenaran ke depan. Kekuasaan presiden bisa diambil alih orang kemudian tidak ada proses hukum yang menyelesaikannya kemudian dianggap ini hal yang biasa," jelas Irman.