Pimpinan DPD RI Dilaporkan ke Badan Kehormatan
- VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.
VIVA – Dua mantan anggota DPD, Bambang Soeroso dan Muspani melaporkan Wakil Ketua DPD Nono Sampono ke Badan Kehormatan (BK) DPD RI. Sebabnya, sikap politik lembaga DPD RI untuk meninjau kembali keberadaan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya diketahui, dipahami, dan dirumuskan secara bersama oleh Anggota DPD RI serta diputuskan dalam Sidang Paripurna DPD RI.
Muspani sebagai mantan anggota DPD mengaku terus mengikuti perkembangan DPD. Ia menilai, keputusan ketatanegaraan menunjukkan wibawa lembaganya dan juga orang yang ada di dalamnya.
"Respon kami kepada BK ya untuk dilihatlah persoalan yang substansial di tata negara itu jangan dilanggar lah," kata Muspani saat dihubungi wartawan, Selasa 13 November 2018.
Ia menjelaskan, keputusan politik lembaga tidak bisa diatasnamakan oleh pimpinan. Karena pimpinan hanya juru bicara dan tidak punya kekuatan apa apa. "Semakin ke sini keputusan lembaga itu bisa diatasnamakan jabatan seperti itu. Ini kan memprihatinkan," kata Muspani.
Muspani menegaskan, seharusnya sikap politik DPD dibahas bersama anggota dalam sebuah forum bernama paripurna. Persoalannya proses tersebut belum dilalui.
"Kok bisa membuat sebuah surat mengatasnamakan ini, itu penting sekali buat positioning DPD secara kelembagaan. Anggota DPD tidak boleh diam. Kami sebagai orang yang pernah di situ prihatin juga. Itu yang membuat kita, kok bisa. Kita tahu Pak Nono siapa. Seolah-olah bisa bertindak seceroboh itu," kata Muspani.
Sebelumnya, Beredar surat pernyataan sikap politik DPD RI tertanggal 21 September 2018. Isinya ditujukan pada presiden, DPR RI, MPR RI, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial.
Surat tersebut berisi sikap kritis DPD terkait putusan MK yang tak memperbolehkan caleg DPD berasal dari pengurus partai politik. Pasalnya, KPU akhirnya membuat aturan turunannya dengan dasar putusan MK.
DPD pun bermaksud ingin meninjau keberadaan MK. Sebab berdasarkan putusannya dianggap tak mencerminkan kekuasaan kehakiman yang wajib mengawal penegakan hukum dan konstitusi. Surat tersebut diteken Wakil Ketua DPD Nono Sampono.
Wakil Ketua DPD, Nono Sampono menjelaskan, surat itu tak ditandatangani Ketua DPD Oesman Sapta karena menjadi objek terkait persoalan putusan MK. Surat itu muncul bukan hanya karena ada masalah Oesman Sapta saja tapi ada keguncangan politik akibat putusan ini.
"Kan di sana (MK) bukan malaikat, bukan dewa. Mau contoh? Ketuanya kan pernah kena, anggotanya pernah kena masalah di KPK. Bukan malaikat, kewenangannya kayak malaikat tapi kan orangnya," kata Nono di gedung DPR, Jakarta, Rabu 30 Oktober 2018.