Politik Luar Negeri Indonesia Ikut Andil dalam Perdamaian Dunia
VIVA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan politik luar negeri Indonesia diabdikan untuk membangun dunia yang damai, bebas dari konflik dan permusuhan. Selain, untuk mewujudkan dunia yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan dan perdamaian. Bahkan Sejarah mencatat bahwa Indonesia selalu menampilkan citra bangsa yang cinta damai.
“Karena itulah Indonesia selalu bersedia berperan aktif menjaga perdamaian dunia, sejalan dengan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif,” ujar Bamsoet, sapaan akrabnya, saat berdiskusi dengan para akademisi dari Victoria University of Wellington, di Wellington, Selandia Baru, Jumat (09/11/2018).
Dalam pertemuan ini, hadir Duta Besar Selandia Baru untuk Indonesia Tantowi Yahya, Prof. Dewi Fortuna Anwar, Anggota Partai Golkar DPR RI Mukhamad Misbakun dan Ahmadi Noor Supit, Anggota Fraksi Nasdem DPR RI Akbar Faisal, Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Masinton Pasaribu serta Staf Khusus Ketua DPR RI Yahya Zaini dan Yorrys Raweyai.
Sementara dari Victoria University of Wellington hadir antara lain Prof. David Capie, Prof. Malcolm McKinnon, Prof. Roberto Rabel, Manjeet Pardesi, Terrence O'Brien, Jim Rolfe, Peter Rider serta Dr. Eva Nisa.
Bamsoet menuturkan, diangkatnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 mewakili wilayah Asia-Pasifik, merupakan bentuk nyata kepercayaan komunitas internasional atas peran Indonesia menjaga perdamaian dunia. Sebelumnya, sudah tiga kali Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Keanggotaan terakhir pada periode tahun 2007-2008.
“Dipercayanya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB merupakan salah satu prestasi besar Indonesia di kancah internasional. Pemerintahan Presiden Jokowi berhasil meyakinkan kepada negara-negara di dunia, bahwa Indonesia mampu memegang peran penting dalam menjaga perdamaian dunia,” kata Bamsoet.
Legislator Partai Golkar ini menuturkan, Indonesia merupakan negara yang sangat peduli dengan perdamaian. Sebagai bangsa yang heterogen, terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan kepercayaan, Indonesia telah terbukti mampu menjadi bangsa yang toleran dan penuh kedamaian.
“Indonesia yang sangat majemuk dapat tumbuh menjadi negara demokrasi dan terhindar dari perpecahan, karena mempunyai platform bersama yang bernama Pancasila. Pancasila menjadi payung dalam melindungi kemajemukan masyarakat Indonesia. Sehingga, kelompok mayoritas dan minoritas dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai,” urai Bamsoet.
Lebih jauh ia menuturkan, setelah 20 tahun mengalami reformasi, Indonesia kini tumbuh menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Indonesia berhasil menyelenggarakan empat kali Pemilu legislatif, tiga kali pemilihan presiden langsung dan ratusan kali pemilihan kepala daerah langsung secara demokratis, damai dan tanpa gejolak yang berarti.
“Dengan Pemilu yang demokratis terbentuk pemerintahan yang legitimate dan stabil, sehingga agenda pembangunan dapat dijalankan. Ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata di atas 5 persen per tahun, kesejahteraan masyarakat meningkat, jumlah penduduk miskin turun setiap tahun, kini tinggal sekitar 26 juta orang atau 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” terang Bamsoet.
Bamsoet juga menandaskan, dengan demokrasi dan ekonomi yang stabil, Indonesia tampil di dunia internasional dengan penuh percaya diri. Banyak prakarsa yang dilakukan Indonesia dalam berbagai forum internasional. Sejak tahun 2008 Indonesia memelopori Bali Democracy Forum yang diikuti 20 negara guna memperkuat kapasitas dan institusi demokrasi di negara-negara Asia. Indonesia juga aktif mengambil peran dalam isu-isu perdamaian dan kemanusiaan, seperti penyelesaian konflik di Mindanau Pilipina Selatan, Myanmar, Afganistan serta Palestina.
“Selain itu, Indonesia aktif dalam forum-forum ekonomi internasional, seperti IMF, World Bank, APEC, World Economic Forum, AFTA, NAFTA. Baru-baru ini Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Annual Meetings IMF-World Bank Group 2018 yang dikuti 4.000 orang lebih dari 189 negara di seluruh dunia,” kata Bamsoet.