Revisi UU BPK, Komisi XI Jaring Masukan Civitas Akademika Unair
VIVA – Untuk mendapatkan masukan yang komprehensif terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi XI DPR RI menjaring masukan dari civitas akademika Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Soepriyatno mengaku, pihaknya menerima banyak sekali masukan dari civitas akademika Unair.
“Substansi-substansi masalah sudah disampaikan, seperti tentang kewenangan, kolektif kolegial, putusan Mahkamah Konstitusi, dan sebagainya. Jadi saya kira ini menambah khazanah Komisi XI DPR RI untuk membahas lebih komprehensif revisi UU BPK ini,” ujarnya usai memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI dengan jajaran BPK Provinsi Jawa Timur dan civitas akademika Unair, di Surabaya, Jatim, Kamis 25 Oktober 2018.
Lebih lanjut, Soepriyatno memastikan, sudah tidak ada pasal krusial yang perlu ditambahkan ataupun direvisi. Menurutnya revisi UU BPK ini untuk melengkapi UU yang sudah ada saat ini. Karena menurutnya, dalam berjalannya pemerintahan, UU ini harus direvisi. Mengingat ada beberapa pasal yang sudah tidak sesuai lagi dengan implementasi yang ada di dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
Legislator Partai Gerindra itu juga menegaskan, revisi UU BPK ini agar membuat BPK menjadi suatu lembaga negara yang independen, kredibel dan mandiri. “Kemudian bisa memberikan dan menjadikan BPK sebagai auditor negara yang kredibel, mandiri dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena penting untuk pengelolaan keuangan negara dalam waktu yang akan datang,” tandas legislator dapil Jawa Timur II itu.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Nur Chayati berharap, dengan adanya revisi UU BPK ini dapat meningkatkan kewenangan daripada BPK itu sendiri, agar menciptakan BPK yang powerfull, mandiri, dan dapat terus dipercaya utamanya soal putusan-putusan hasil pemeriksaannya.
“Karena saat ini, masyarakat suka bertanya ketika melihat banyaknya kasus OTT terhadap pejabat daerah yang notabene semuanya itu sudah mendapat WTP dari BPK, jadi banyak mengeluh ‘dapat WTP tahunya kena OTT’. Nah, harapan kita ke depan setelah kita memberi kewenangan itu, kita juga akan memberi rambu-rambu buat BPK dan juga tanggung jawab,” kata legislator PKB itu.
Legislator dapil Lampung itu juga menekankan bahwa tanggung jawab BPK adalah ketika sudah mengeluarkan hasil pemeriksaan yang jenisnya opini penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), maka hal itu harus dipertanggungjawabkan.
Kunspek ini juga diikuti oleh Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia dan Andreas Eddy Susetyo dari F-PDI Perjuangan, Muhammad Misbakhun (F-PG), Willgo Zainar dan Harry Poernomo dari F-Gerindra, Tutik Kusuma Wardani (F-Demokrat), Alamuddin Dimyati Rois (F-PKB), dan Elviana (F-PPP). (dpr.go.id)