Anggota DPR: Tarif Cukai SKT Mestinya Lebih Rendah Dibanding SKM
VIVA – Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR RI ke Provinsi Jawa Timur baru-baru ini menerima berbagai masukan terkait persoalan rokok dari sejumlah industri rokok se-Jatim. Masukan yang dinilai paling menonjol adalah pengenaan tarif yang sama cukai Sigaret kretek tangan (SKT) dan Sigaret kretek mesin (SKM).
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan di sela-sela kunspek mengatakan, jika mau bicara jujur, SKT bisa lebih menyerap tenaga kerja dibandingkan SKM. Pasalnya, semua sistem kerja SKM sudah menggunakan mesin, sehingga tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja. Dengan tarif yang sama itulah, akan membuat masalah.
Menurut legislator yang akrab disapa Hergun ini, jika memang pemerintah berpihak dengan sigaret kretek tangan mungkin akan lebih baik cukainya lebih murah, dari pada sigaret mesin. Pasalnya di satu sisi SKT sudah memproduksi dan juga mengeluarkan cost untuk karyawan sementara SKM tidak.
“Jangan sampai terkesan rokok kretek tangan yang produksinya dari tembakau lokal sementara rokok kretek mesin ini rata-rata tembakau dari impor. SKM saat ini membanjiri dan menyaingi tembakau dalam negeri. Di sini terjadi persaingan yang secara subjektif telah mempengaruhi kebijakan yang tidak berpihak kepada petani lokal," ungkapnya.
Untuk itu, kata legislator Partai Gerindra ini, persoalan ini akan dibahas dalam rapat DPR dengan pemerintah dengan harapan agar ada keberpihakan. Pemerintah harus jujur dan transparan, walau memang banyak gempuran dari rokok rokok impor yang ingin menguasai pangsa Indonesia melihat jumlah pangsa 260 juta jiwa.
“Kalau saja separuhnya yang merokok, dengan pangsa besar seperti ini tentunya ini menjadi sebuah peluang beberapa perusahaan besar dari luar negeri berupa SKM bisa menguasai pangsa pasar di Indonesia,” katanya.
Karena itu lanjut Hergun, harus ada sebuah terobosan yang lebih baik lagi supaya ada keberpihakan kepada para petani tembakau lokal. Karena rokok itu sebuah pilihan boleh merokok boleh tidak, dan jangan mendiskreditkan kalau rokok itu merugikan kesehatan. Gulapun juga merugikan kesehatan karena bisa menimbulkan berbagai macam penyakit yang diakibatkan oleh gula," jelas Hergun.
Akhirnya dia berharap, pemerintah memiliki sebuah terobosan kebijakan terhadap industri rokok di Indonesia dan bisa menjadi tulang pungggung ekonomi petani tembakau, sehingga tidak terkikis oleh tembakau impor. (dpr.go.id)