Putusan MK Mengikat, Gugatan OSO Ditolak Bawaslu

Oesman Sapta Odang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menolak gugatan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang atau OSO untuk seluruhnya. Gugatan terkait dicoretnya nama OSO sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diputuskan melalui sidang ajudikasi yang digelar di gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Kamis malam 11 Oktober 2018.

Sejumlah hal menjadi pertimbangan majelis dalam putusan gugatan yang dilayangkan Oso dengan pihak termohon KPU RI. Diantaranya majelis menyatakan bahwa KPU selaku termohon telah mengeluarkan keputusan tentang penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).

Ketua Majelis Abhan mengatakan, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan MK yakni terkait perkara nomor 30/PUU-XVU/2018 yang dibacakan pada 23 Juli lalu. Adapun putusan itu menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh pengurus dari partai politik.

Pada saat pembacaan putusan MK itu, proses dan tahapan pendaftaran belum berakhir dan KPU belum memasuki tahapan penetapan DCT. Oleh karena itu, terdapat kondisi tertentu yang bisa menyebabkan status calon bisa saja berubah, termasuk muncul aturan baru berdasarkan putusan pengadilan berlaku mengikat.

"Bahwa ketentuan ini menegaskan bahwa proses pendaftaran DPD belum berakhir," ujar Abhan.

Selain putusan MK tersebut, kemudian pada Agustus 2018, KPU menerbitkan PKPU nomor 26 tahun 2018 tentang perubahan kedua atas PKPU no 14 tahun 2018 tentang pencalonan perseorangan peserta pemilihan umum anggota DPD. Penerbitan PKPU itu dinilai tindakan hukum yang sudah sesuai peraturan perundang-undangan.

"Sehingga keduanya sah dan mengikat dan berlaku prospektif sesuai asas konstitusian," ucapya. 

Majelis berpendapat bahwa putusan MK atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, merupakan putusan yang sudah berkekuatan hukum mengikat dan bersifat final dan binding. Sehingga tidak ada upaya hukum lagi atas putusan MK. Oleh karena itu, calon anggota DPD RI pada Pemilu 2019 tidak boleh pengurus partai politik.

Persiapan Pemilu 2024, Bawaslu-KPU Bahas Anggaran PPK hingga Panwaslu

"Calon anggota DPD pada Pemilu 2019 bukan merupakan pengurus partai politik dan bersedia mengundurkan diri dari partai politik," ucapnya. 

Terkait putusan itu, tim kuasa hukum Ketua Umum DPP Partai Hanura, Herman Kadir mengatakan cukup kecewa. Herman menilai majelis tidak mempertimbangkan saksi-saksi, ahli dan saksi fakta dari pemohon.

10 Kriteria Versi Timsel untuk Anggota KPU-Bawaslu 2022-2027

"Jadi kami cukup kecewa dengan putusan Bawaslu karena apa, tidak mempertimbangkan saksi ahli kami dan saksi fakta kami yang kami ajukan di sini," kata Herman.

Terkait putusan Majelis ajudikasi itu, Herman mengatakan masih ada peluang melakukan upaya hukum. Menurutnya, sesuai dengan ketentuan didalam Undang-Undang upaya hukum lain yakni melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Timsel: Baru Sedikit yang Mendaftar Calon Anggota KPU dan Bawaslu

Namun,  apakah akan mengajukan gugatan ke PTUN atau tidak, kata Herman, masih harus berkonsultasi dengan kliennya, Oso, terlebih dahulu.

"Insya Allah kita masih memungkinkan, masih ada peluang di PTUN nya. Nanti akan konsultasi dengan pak OSO nya. Kapan dia bersedia kita siap, akan dibentuk tim hukum lagi," ucapnya. (ren)

Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti (kanan) saat bersilaturahim ke Rais Aam NU Miftachul Akhyar di Pondok Pesantren Miftachussunnah di sela-sela kegiatan resesnya di Surabaya, Senin, 21 Februari 2022.

La Nyalla Minta Doa Rais Aam NU, Bilang Demokrasi RI Perlu Dikoreksi

La Nyalla Mahmud Mattalitti menemui Rais Aam NU dan memaparkan alasan upayanya untuk memperjuangkan ketentuan presidential threshold nol persen.

img_title
VIVA.co.id
21 Februari 2022