DPR: RUU Kehutanan Perkuat Posisi Masyarakat Adat
VIVA – Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo mengatakan pengelolaan hutan harus sejalan dengan konstitusi. Artinya, penyelenggaraan kehutanan harus mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Namun, saat ini UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, serta tuntutan perkembangan zaman. Dalam implementasinya, banyak terjadi permasalahan seperti berkurangnya luas kawasan hutan, alih fungsi kawasan hutan, hingga konflik dengan masyarakat adat.
“Masyarakat adat adalah bagian dari budaya yang harus kita akui keberadaannya. RUU ini akan perkuat mereka, sebab mereka adalah bagian dari kearifan lokal. Ini yang harus kita hidupkan,” ungkap Edhy usai memimpin Focus Group Discussion pembentukan RUU tentang Perubahan atas UU Kehutanan di Kantor Gubernur Sumatera Selatan, Palembang, Kamis 4 Oktober 2018.
Edhy menuturkan, mengelola hutan saat ini bukan hanya masalah hewan dan tanaman, tetapi juga bicara masalah kepentingan manusia yang tinggal di hutan. Karena itu, hadirnya RUU Kehutanan akan mengakui eksistensi hutan adat.
Dalam draft RUU Kehutanan sendiri telah dicantumkan perubahan status hutan menjadi hutan negara, hutan hak, dan hutan adat. “Ada banyak masukkan terkait ini. Secara prinsip kita tahu masalahnya, tapi siapa yang akan mulai. Sebenarnya jika PT-PT HTI (Hutan Tanaman Industri) itu niatnya ingin hidup berdampingan dengan masyarakat, maka masalah sosial tidak akan terjadi,” jelasnya.
Anggota Komisi IV Fadholi menambahkan, RUU Kehutanan akan mensinkronkan antara aspek kelestarian dan pemanfaatan ekonomi dari wilayah hutan. Menurutnya, pengelolaan hutan perlu dilakukan dengan asas manfaat, lestari, kerakyatan, dan keadilan. Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, tetapi negara memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
“Perlu ada satu perlindungan dengan baik dan juga perlu diatur agar hutan bisa dimanfaatkan masyarakat secara luas. Maka RUU ini kita harapkan bisa mengatur kepentingan-kepentingan pemanfaatan hutan sehingga betul-betul bisa digunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umat. Jangan sampai kemudian hutan ini dikuasai dan diperuntukkan hanya untuk akses perusahaan-perusahaan,” papar politisi F-NasDem ini.
Ia menambahkan, penataan masyarakat adat akan menjadi salah satu skala prioritas dalam pembahasan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ini. “Pemukiman dan perkebunan adat akan diatur, apalagi perusahaan yang mengelola hutan dan belum mendapatkan izin secara resmi. Masyarakat adat termasuk masyarakat di wilayah pinggiran hutan harus mendapatkan perlindungan dan pemanfaatan hutan dengan maksimal,” imbuhnya. (dpr.go.id)