Moch Anton, Petahana Pertama Keturunan Tionghoa di Malang
- ANTARA FOTO/Umarul Faruq
VIVA - Pemungutan suara di Pemilihan Wali Kota Malang tinggal menghitung menit. Ada tiga pasangan calon yang bersaing dalam kontestasi politik Kota Malang. Mereka, calon nomor urut satu Ya'qud Ananda Gudban yang maju bersama politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ahmad Wanedi, diusung koalisi PDIP, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Hanura, dan Partai Nasdem.
Nomor urut dua Wali Kota Malang non aktif atau petahana Moch Anton maju bersama Syamsul Mahmud diusung Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Gerindra. Kemudian Plt Wali Kota Malang Sutiaji yang maju bersama politisi Partai Golkar, Sofyan Edi, diusung Partai Golkar dan Partai Demokrat.
Pasangan nomor urut dua Moch Anton merupakan wali kota pertama dari etnis Tionghoa yang menjabat sebagai pucuk pimpinan di Kota Malang. Ia menjadi wali kota ke 16 Kota Malang.
Jika ia mampu memenangkan pilkada kali kedua, maka ia kembali mencatatkan sejarah sebagai wali kota pertama dari etnis Tionghoa yang mampu menang Pilwalkot dua periode. Anton memiliki nama Tionghoa Goei Hing An. Ia mewarisi garis keturunan Thionghoa dari ayahnya.
Untuk karir organisasi, Anton tergabung dalam Perkumpulan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Malang Raya. Alumni Institut Teknologi Nasional Malang itu juga pernah menjabat Bendahara NWC NU Kecamatan Lowokwaru, hingga menjadi Bendahara PCNU Kota Malang.
Saat ini, selain menjadi Wali Kota Malang non aktif, Anton juga menjabat sebagai Ketua DPC PKB Kota Malang. Di periode kali ini Anton berpasangan dengan Syamsul dan mengusung jargon ASIK (Anton Samsul Idola Kita).
Namun, Anton saat ini tengah menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus dugaan suap APBD Perubahan Kota Malang tahun 2015. Meski memiliki hak politik untuk mencoblos, ia dipastikan tidak bisa menggunakan hak suaranya karena sedang berada di rumah tahanan KPK di Jakarta.
Anton dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini bermula dari penetapan 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 sebagai tersangka suap pembahasan APBD Kota Malang tahun 2015. 18 anggota DPRD Kota Malang yang ikut ditetapkan sebagai tersangka di antaranya yakni Wakil Ketua DPRD Malang, yakni HM Zainudin dan Wiwik Hendri Astuti.
Kemudian, para anggota DPRD Kota Malang lainnya, yaitu Suprapto, Sahrawi, Salamet, Mohan Katelu, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiana, Heri Pudji Utami, Hery Subianto, Ya'qud Ananda Budban, Rahayu Sugiarti, Sukarno, Sulik Lestyowati dan Abdul Rachman.
Ke-18 anggota dewan ini menerima suap dari Wali Kota Malang, Moch Anton terkait pembahasan APBD Kota Malang tahun 2015.