Suharto Dibenci, Suharto Dirindukan
- REUTERS/Enny Nuraheni/Files
Kejadian itu membuat lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu semakin kagum dan menuangkan kekagumannya dalam karya lukis. Total ia sudah melukis lebih dari 70 karya bertema Suharto dan ada karyanya yang dibeli oleh putri Suharto, Titiek.
Bentuk-bentuk kecintaan terhadap Suharto lainnya
Selain Djoko, para pecinta dan pengagum Suharto masih banyak. Bahkan sebagian bisa dijumpai di jalanan, yakni truk yang bergambar Suharto dengan tulisan `Piye kabare, iseh penak jamanku to...`
Selain dalam bentuk karya, ada juga yang menunjukkan kecintaannya terhadap Suharto dengan mengunjungi Museum Suharto di Yogyakarta dan makamnya di Astana Giribangun, Solo, Jawa Tengah.
Pengunjung kedua situs yang merupakan bentuk penghormatan terhadap Suharto itu, ramai dikunjungi orang. Rata-rata pengunjung museum tiap hari 500 orang, sementara makamnya 300 orang. Angka itu akan melonjak di hari-hari libur dan hari besar lainnya.
"Peziarahnya memang beraneka ragam. Saya beberapa kali melihat peziarah yang begitu tiba di dalam makam terus menangis, ingat almarhum," kata juru kunci Makam Astana Giribangun, Sukirno kepada kontributor BBC Indonesia Fajar Sodiq.
Sukirno mencatat ragam pengunjung makam Suharto membentang dari warga biasa, pengurus Partai Berkarya, hingga jenderal yang menjadi panglima salah satu Kodam. "Dari Sabang sampai Merauke," ujarnya.
Hal yang sama juga didapati di Museum Suharto yang ada di Dusun Kemusuk, Bantul. Variasi orang yang berkunjung mulai dari yang hendak bernostalgia jaman Suharto, hingga yang masih muda dan tak mengalami pemerintahan jaman Suharto.
Beberapa tokoh yang pernah mengunjungi museum itu antara lain Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Umum Gerindra Prabowo, hingga keturunan Suharto. "Yang lumayan sering Mbak Titiek dan Mbak Tutut," kata Gatot Nugroho, wakil kepala museum.
Pardiono, 64 tahun, adalah salah satu contoh yang merindukan jaman Suharto. Pria pensiunan Dinas Dinas Pekerjaan Umum DIY itu datang bersama kelompok lanjut usianya yang berasal dari Baturetno, Bantul.
Mereka khusus berkunjung ke museum itu untuk mengenang kepemimpinan Suharto, sekaligus merayakan ulang tahun paguyubannya. "Saya tidak mau membandingkan pemerintahan beliau dengan yang sekarang," kata Pardiono.