Suharto Dibenci, Suharto Dirindukan
- REUTERS/Enny Nuraheni/Files
Unjuk rasa aktivis di London, Inggris, 20 Mei 1998, menuntut agar Presiden Suharto turun dari kursi presiden. - JOHNNY EGGIT/AFP
Atmosfir kebebasan itulah yang membedakan dengan masa-masa ketika Suharto masih berkuasa. "Sekarang kita berdiskusi, mengkritik dan bahkan memaki-maki presiden di sosial media. Dulu memaki Pak Harto, bisa masuk penjara dan bahkan bisa `dihilangkan`."
Tentu saja, Savic juga mengaku memendam rasa kecewa setelah dua puluh tahun reformasi. Dia dan teman-temannya dulu memimpikan setelah Suharto turun dari kursi presiden, itu bisa menjadi gerbang "tegasknya masyarakat yang adil, makmur dan beradab."
"Ini yang belum terwujud," kata Savic dengan intonasi pelan. Tetapi, sambungnya cepat-cepat, Indonesia sata ini jauh lebih beradab jika dibandingkan jaman Orba.
Eko Soetikno, 77 tahun, eks tapol 1965 yang pernah dibuang ke Pulau Buru, menunjukkan fotonya dan rekan-rekannya sesama eks tapol yang tak pernah diadili. - Getty Images/Ulet Ifansasti
"Karena ada koridor hukum yang membatasi aparat negara. Kita juga lebih adil dibanding Orba. Karena di jaman itu, kalau ambil tanah, diambil saja dan rakyat diusir begitu saja."
"Sekarang, kalau ada pembebasan lahan, warega bisa negosiasi," tandasnya. Meskipun dia mengakui bahwa hukum belum bisa menjangkau para pihak yang memiliki kekuasaan lebih.
Savic juga mengakui saat ini ada masalah yang disebutnya "agak menganggu" adalah muncul dan menguatnya kelompok intoleran terhadap kelompok-kelompok minoritas.
"Yang ini di jaman Orba tidak terjadi, karena negaranya sangat kuat dan otoriter. SARA sedikit ditangkap. Sekarang orang SARA di mana-mana."
Melihat kondisi seperti itu, pria yang memiliki latar organisasi Nahdlatul Ulama (NU) memilih tidak berpangku tangan. Bersama rekan-rekannya, dia terus mengkampanyekan nilai-nilai Islam moderat untuk menangkis penyebaran nilai-nilai anti toleran dan kekerasan.
`Kejahatan terbesar Suharto: Tragedi 1965`