Ketua DPR Usul Ambang Batas Parlemen Minim 6 Persen

Ketua DPR Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo atau Bamsoet berharap ambang batas parlemen dinaikkan lebih dari empat persen. Saat ini, dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu diatur ambang batas parlemen adalah empat persen dari total suara sah nasional di pemilu legislatif.

Polri Diminta Jerat Bandar Clandestine Laboratorium Narkoba di Bali dengan Pasal TPPU

"Saya berharap ke depan ambang batas bisa ditambah dari empat persen. Misal enam persen atau lebih," kata Bamsoet dalam diskusi bertema 'Rembug Nasional: Mewujudkan Pemilu 2019 yang Aman dan Bermartabat' di Hotel Ambhara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Mei 2018.

Menurutnya, ambang batas parlemen saat ini yang sebesar empat persen akan membuat banyaknya calon legislatif (caleg). Ia pun menambahkan jika terlalu banyak peserta dalam kontestasi memicu timbulnya konflik.

21 Juta Orang Indonesia Jadi Nasabah Kripto, Bamsoet Desak Pemerintah Perketat Pengawasan

Tidak hanya itu, masyarakat sebagai pemilih juga akan merasa bingung dengan terlalu banyaknya pilihan caleg.

"Supaya kembali seperti dulu lagi, hanya beberapa partai yang ikut dan pilihannya tidak terlalu banyak. Saya yakin itu dapat menekan potensi konflik," ujar politikus Partai Golkar tersebut.

Bamsoet Minta Para Ketum Parpol Patuh Pesan Prabowo agar Kader yang Jadi Menteri Tak 'Merampok' APBN

Bamsoet mengungkapkan, belum semua warga bisa membaca, khususnya masyarakat pedesaan seperti petani dan nelayan. Bamsoet pun berkelakar, khawatir nantinya lahir joki untuk menggantikan pemilih di bilik suara.

"Dibanding dengan sebelumnya, maka pemilu ini terbilang yang rumit karena belum semua rakyat kita di perdesaan bisa membaca. Saya tidak bisa bayangkan di 2019 mendatang, satu orang harus memilih lima kertas suara. Yang paling rumit memilih anggota DPR RI," kata Bamsoet.

"Sekarang 560 ditambah 15, berarti 575, dikali tiga nama, jadi masing-masing partai politik nanti memasang jagoannya, dikali 15 partai berarti 25 ribu nama," Bamsoet menambahkan.

Bamsoet menafsirkan, banyaknya kontestan pemilihan legislatif membuat tampilan di surat suara tak mencantumkan foto peserta. Nantinya hanya akan tertera nama-nama dan lambang partai dalam surat suara.

"Itu artinya hanya bisa menampung nama bukan foto. Lalu DPR, DPRD tingkat I, DPRD tingkat II. Saya khawatir akan lahir banyak joki yang membantu pemilih membaca. Belum lagi mungkin pemilih hanya punya waktu 1 sampai 2 menit dalam bilik," katanya.

Bamsoet juga sempat mengkritisi sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia. Menurutnya, proses pilkada memiliki daya rusak luar biasa, baik di akar rumput maupun dampak korupsi yang ditimbulkannya.

Namun, diakui Bamsoet, bagaimanapun pemilu ini merupakan pilihan dan buah demokrasi di Indonesia. Proses demokrasi ini, tetap harus dibarengi dengan kedewasaan masyarakat.

Masyarakat pun diimbau agar tetap berkampanye dengan cara yang positif di tengah derasnya upaya adu domba di media sosial. Bamsoet berharap agar pemilu tetap berjalan baik. "Ini taruhan atau perjudian bangsa kita," kata dia.

(FOTO Ilustrasi) Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat konferensi pers usai KPK resmi menahan tersangka baru korupsi di Sidoarjo, Jawa Timur

Calon Dewas KPK Heru Kreshna Tak Setuju Tersangka Korupsi Dipajang ke Publik: Itu Membunuh karakter

Calon Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, atau Dewas KPK, Heru Kreshna Reza, mengaku dia tidak setuju jika seorang tersangka kasus korupsi ditampilkan ke publik.

img_title
VIVA.co.id
21 November 2024