MUI Larang Pemakaian Jilbab untuk Kepentingan Politik
- Irwandi
VIVA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang keras adanya politisasi agama yang dilakukan hanya untuk kepentingan sesaat. Salah satu modus yang menjadi sorotan adalah penggunaan atribut keagamaan jelang pilkada maupun pilpres.
"MUI melarang keras adanya politisasi agama, misalnya, pada jelang pilkada ataupun pilpres ramai-ramai pakai jilbab, sekadar kepentingan sesaat, mengelabui umat atas nama agama. Itulah yang namanya politisasi agama, salah satunya. Atau ramai pakai uniform keagamaan hanya sekadar mencari simpati komunitas agama, hanya untuk kepentingan politik sesaat," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, saat ditemui awak media di Hotel Margo, Depok, Jawa Barat, Sabtu, 28 April 2018.
Akan tetapi, lanjut Asrorun Ni’am, kalau menjadikan tema politik di dalam kehidupan beragama yang memang dianjurkan dalam Islam, hal itu sudah sewajarnya dilakukan.
"Misalnya, di dalam pengajian memberikan penjelasan bagaimana tanggung jawab umat Islam di dalam merawat negara NKRI. Bagaimana tanggung jawab umat Islam untuk berpartisipasi dalam bernegara, pemilu. Bagaimana umat Islam memilih pemimpin yang jujur, yang berkompeten dan amanah itu bagian dari agama," katanya.
Asrorun Ni’am juga mengungkapkan, ketika berbincang soal masalah politik dalam koridor keagamaan bukan hanya boleh, tapi diharuskan. "Karena Islam tidak memisahkan politik keumatan. Fenomena ini yang kami bahas jelang pilkada," katanya.
Hal yang perlu dipahami adalah, kata Asrorun Ni’am, Islam memiliki aturan-aturan terkait dengan politik. Dalam kehidupan beragama, Islam tidak memisahkan antara agama dan politik.
"Agama harus jadi kaidah penuntun di dalam kehidupan politik kenegaraan, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan politik. Akan tetapi, kalau mengatasnamakan agama untuk kepentingan politik praktis tentu ini harus dikoreksi. Agama tidak boleh dijadikan sekadar justifikasi untuk meraih tujuan politik sesaat," tegasnya.
Kampanye di masjid
Ketika disinggung soal kampanye di dalam masjid, Asrorun Ni’am mengungkapkan masjid adalah pranata keagamaan dan agama Islam tidak melarang untuk bicara politik. "Bukan sekadar tidak melarang, tapi Islam memiliki aturan soal masalah politik, bagaimana cara memilih pemimpin itu kan bagian dari instrumen politik dan Islam mengatur. Kalau di masjid ngomong bagaimana cara memilih pemimpin yang baik, itu bukan hanya dianjurkan tapi itu bagian dari ajaran agama," katanya.
"Akan tetapi tidak pada politik praktis. Ada aturan kenegaraan, ada aturan yang harus dijaga. Kampanye tidak boleh di tempat-tempat tertentu salah satunya di tempat ibadah," tuturnya.