Demokrat: PDIP Dulu Nangis-nangis Ketika BBM Naik

Politikus Demokrat Roy Suryo
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVA – Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyebut, selama ini Partai Gerindra menjadi oposisi dengan konstruktif dan tak berlebihan. Hal itu dikatakan Riza menyindir apa yang dilakukan saat PDIP menjadi oposisi dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 10 tahun.

Datangi DPP PDIP, Pentolan Barisan Celeng Siap Jelaskan Dukung Ganjar

"Ya mohon maaf, dulu PDIP waktu oposisi apa aja yang diiniin Pak SBY pokoknya semua salah lah, kira-kira gitu," kata Riza di Jakarta Pusat, Sabtu 21 April 2018.

Politikus PDIP Masinton Pasaribu, yang hadir dalam diskusi itu, lalu menanggapi pernyataan Riza. Menurutnya, PDIP tak sporadis dalam beroposisi di zaman Presiden SBY.

Demokrat Lawan Keluarga Ratu Atut di Pilkada Banten

"Kalau kami ketika jadi oposisi 10 tahun Pak SBY ya, kami selalu, ketika ada kebijakan yang kami anggap belum sesuai dengan kepentingan rakyat, kami pasti kritik dan berikan solusi alternatif," ujar Masinton.

Ikut dalam obrolan diskusi tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo, pun menyindir politikus PDIP Masinton Pasaribu. Menurutnya, di era pemerintahan SBY, PDIP sangat dramatis dalam mengkritik.

Demokrat Ungkap Kejanggalan Pembahasan RUU HIP sejak Awal

"Tapi kangen loh kita dulu. Dulu BBM naik sampai nangis Mbak Rieke, Bang Masinton. Kangen kita kayak gitu. Sekarang BBM naik banget, enggak nangis-nangis," kata dia.

"Oh enggak, itu harusnya tugas oposisi untuk melakukan kritik," timpal Masinton.

"Kalau sekadar nangis sih enggak memberikan solusi," lanjut Roy.

Massa PDIP demo tolak kenaikan BBM

Massa PDIP saat berdemonstrasi tolak kenaikan BBM

Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberi nilai enam untuk pemerintahan Jokowi. Untuk itu, ia menginginkan pada 2019 akan ada Presiden baru.

"Jokowi luar biasa, tapi nilainya enam, kami ingin yang delapan. Makanya 2019 tetap ganti presiden," ujar Mardani.

Masinton yang mendengar hal tersebut tak setuju dengan pernyataan Mardani. Menurut dia, rakyat Indonesia memberi nilai tinggi untuk pemerintahan Jokowi. "Luar biasa kok, Mardani kasih enam. Bagi rakyat, nilainya sembilan," kata Masinton.

Mardani keberatan atas nilai sembilan itu. Dia memberi penjelasan mengapa Jokowi layak mendapat angka enam sebagai Presiden RI.

"Saya ulangi sederhana. Tiap bulan masyarakat bayar listrik mahal, 1 kWh itu Rp 1.400-an. Manajemen energi kita belum rapi. Malaysia beli telur Rp 11 ribu sekilo, kita Rp 23 ribu. PKS bersama Gerindra siap di 2019," kata Mardani.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya