Partai Baru Tak Masuk Surat Suara Pilpres, PSI Protes
- VIVA.co.id/Agus Rahmat
VIVA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sepakat dengan Direktur Perludem, Titi Anggraini, terkait tafsir terhadap Pasal 222 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pengusulan capres dan cawapres dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilu yang mempunyai kursi 20 persen atau 25 persen suara hasil pemilu DPR sebelumnya.
Gabungan partai politik yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah partai politik peserta Pemilu 2019, termasuk partai politik baru.
Wakil Sekretaris Jenderal, PSI, Satia Chandra Wiguna, menegaskan, tak ada nomenklatur atau penyebutan istilah partai politik baru dalam Undang-Undang tersebut.
Selain itu, UU itu juga tidak melarang partai baru dalam mendukung dan berkampanye untuk paslon presiden dan wakil presiden. Selama gabungan partai politik peserta pemilu memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen atau memperoleh 25 persen suara sah nasional.
"Jadi, partai baru ‘menggenapkan’ gabungan partai politik dalam Pasal 222 tersebut," ujar Chandra, dalam keterangan persnya, Jumat, 6 April 2018.
Chandra menambahkan, asas keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua peserta pemilu dalam demokrasi sangat penting. "Apalagi parpol baru ini kan sudah resmi secara konstitusional menjadi peserta pemilu," kata Chandra. Â
Namun, kata Chandra, masalah kembali muncul. Sumber permasalahannya ada pada tafsir Pasal 222, sehingga di pasal 342 yaitu soal pencantuman logo partai di surat suara capres-cawapres menjadi polemik bagi parpol baru.
Menurut Chandra, jika Pasal 222 sudah disepakati bersama tentang pengertian partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu, maka tidak ada masalah di Pasal 342 yang mewajibkan ada logo parpol pengusung di surat suara.
"Tapi jika tidak, maka PSI mengusulkan untuk tidak ada logo parpol di surat suara, sehingga nalar demokrasi yang berkeadilan berjalan di republik ini," kata Chandra.
Untuk itu, PSI mengusulkan aqar PKPU tidak memberi tafsir larangan yang sebenarnya tidak diatur dalam UU Pemilu. Dengan itu, maka asas keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan umum dapat terpenuhi. (ase)