Politikus Gerindra: Sukmawati Jangan Memantik Api
- Antara/ Ujang Zaelani
VIVA - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Moh. Nizah Zahro menyesalkan tindakan Sukmawati Soekarnoputri yang membaca puisi yang menyinggung azan dan syariat Islam. Menurutnya, sebagai figur nasional, Sukmawati seharusnya menghindari hal-hal yang sifatnya sensitif dan bisa mengundang kegaduhan nasional.
"Silahkan berpuisi tapi jangan singgung-singgung soal SARA. Cadar dan adzan bagaimanapun adalah identik dengan Islam," kata Nizar saat dihubungi VIVA, Selasa, 3 April 2018.
Baca juga: Gerindra Tolak Gatot Jadi Capres dan Minta Pilih Partai Lain
Nizar menuturkan arti adzan secara bahasa arab adalah pemberitahuan. Adapun menurut syariat Islam, adzan adalah beribadah kepada Allah dengan pemberitahuan masuknya waktu salat dengan lafadz-lafadz tertentu yang merupakan panggilan melaksanakan salat.
"Tidak pantas jika dibandingkan dengan kidung," ujar Nizar yang juga Ketua Umum PP Satuan relawan indonesia Raya (PP SATRIA) tersebut.
Anggota Komisi X DPR itu menyarankan pada Sukma daripada kegaduhan terus berlanjut, lebih baik dia meminta maaf dan menarik puisinya.
"Saat ini adalah tahun politik, dimana tensi sudah memanas. Janganlah memantik api untuk membakar Republik ini. Sebagai tokoh nasional mestinya bisa berpikir jernih dan berkarya tanpa menyinggung perasaan orang Islam," tutur dia.
Baca juga: Puisi Singgung Islam, PPP Minta Sukmawati Minta Maaf
Sebelumnya, puisi Sukmawati Soekarnoputri berjudul 'Ibu Indonesia' di acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, menuai kontroversi. Pasalnya, dari bait puisi yang dibacakan putri Proklamator RI itu menyinggung-nyinggung syariat Islam, seperti azan dan cadar.
Sukmawati dalam klarifikasinya yang dibacakan di tvOne, membantah ada muatan SARA dalam puisi 'Ibu Indonesia' yang dia bacakan. Ia mengatakan, bahwa bait yang dia sampaikan merupakan realita yang terjadi di Indonesia, bukan karangan.
"Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati dalam klarifikasi yang dibacakan di 'Apa Kabar Indonesia Pagi' tvOne.
Sukmawati juga berdalih, bait dalam puisinya yang menyinggung kidung Ibu Indonesia lebih merdu dari alunan azan, merupakan sebuah ekspresi kejujuran dari apa yang pernah dia alami sendiri.
"Ya boleh aja dong. Enggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu kan suatu opini saya sebagai budayawati," terang Sukma.
"Jadi ya silakan orang-orang yang melakukan tugas untuk berazan pilihlah yang suaranya merdu, enak didengar. Sebagai panggilan waktu untuk salat. Kalau tidak ada, akhirnya di kuping kita kan terdengar yang tidak merdu," imbuhnya. Baca selengkapnya di sini.