Arsul Ajak PKB Kaji Ilmu Perundang-undangan
- VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur.
VIVA - Anggota Komisi III dan Badan Legislasi DPR, yang juga Sekjen Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani mengajak anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR, agar menanggapi pandangannya terkait pengisian kursi tambahan pimpinan MPR dengan menggunakan nalar dan ilmu perundang-undangan, bukan dengan emosi dan suudzon atau prasangka buruk.
Ilmu perundang-undangan yang dimaksud oleh Arsul adalah tentang metode penafsiran bunyi, atau kata-kata dalam suatu produk hukum seperti UU MD3 ini.
"Untuk memahami bunyi UU melalui jalan penafsiran, maka tidak bisa dengan semaunya sendiri, melainkan harus menggunakan satu atau lebih metode penafsiran hukum yang dikenal. Di antaranya, dengan metode tata bahasa (gramatikal) atau metode authentik," kata Arsul dalam keterangannya kepada VIVA, Jumat 16 Maret 2018.
Arsul menuturkan, penafsiran PKB bahwa kalimat "partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR urutan keenam "artinya sama dengan "partai yang memperoleh kursi terbanyak di DPR urutan keenam" pada Pasal 427A huruf c adalah penafsiran yang tidak ada basis metodenya alias cara penafsiran "semaunya".
Dia menyampaikan dari sisi tata bahasa atau diksi yg dikenal dalam ilmu kepemiluan, maka antara kata "suara" dengan kata "kursi" adalah dua kata yang berbeda maksudnya dan tidak pernah dipergunakan secara bergantian (exchangeable).
"Perolehan suara dengan perolehan kursi adalah dua diksi yang berbeda dalam ilmu kepemiluan. Karena itu, tidak bisa diklaim sebagai hal yang sama," kata dia.
Lebih lanjut, Arsul menyatakan, memang maksud pasal tersebut sama, maka logikanya mengapa pula tidak menggunakan saja secara tegas kata "perolehan kursi", bukan "perolehan suara". Dengan demikian, menutup ruang penafsiran yang berbeda.
Arsul juga menyampaikan bahwa ia menyampaikan hal tersebut dalam kapasitasnya sebagai anggota Komisi Hukum dan Badan Legislasi yang punya tanggung jawab moral agar nantinya status atau kedudukan seorang pimpinan MPR tidak dipersoalkan secara hukum di kemudian hari. Apalagi, jika yang dipersoalkan menyangkut dasar penggunaan fasilitas negara atau alokasi anggaran yang melekat pada jabatan tersebut.
"Saya hanya mengingatkan saja agar jangan jadi kasus di belakang hari yang menambah panjangnya deret kasus tentang anggota atau pimpinan di DPR/MPR. Jadi, ini enggak ada urusannya dengan PPP gak legowo karena gak dapat kursi. Terlalu naif, teman-teman PKB yang berpikiran seperti itu," tuturnya.
Berikut perolehan kursi dan suara partai pada Pemilu 2014:
1. PDIP 109 kursi dari 23.681.471 (18,95 persen) suara.
2. Partai Golkar 91 kursi dari 18.432.312 (14,75 persen) suara.
3. Partai Gerindra 73 kursi 14.760.371 (11,81 persen) suara.
4. Partai Demokrat 61 kursi 12.728.913 (10,19 persen) suara.
5. Partai Amanat Nasional 49 kursi dari 9.481.621 (7,59 persen) suara.
6. Partai Kebangkitan Bangsa 47 kursi dari 11.298.957 (9,04 persen) suara.
7. Partai Keadilan Sejahtera 40 kursi dari 8.480.204 (6,79 persen) suara.
8. Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi dari 8.157.488 (6,53 persen) suara.
9. Partai Nasdem 35 kursi dari 8.402.812 (6,72 persen) suara.
10. Partai Hanura 16 kursi dari 6.579.498 (5,26 persen) suara.