Terungkap, Eks Auditor BPK Beli Mobil Mewah Pakai NPWP Palsu
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
VIVA – Auditor Utama Keuangan Negara III dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Rochmadi Saptogiri, ternyata cuma memakai Kartu Tanda Penduduk, sebagai syarat membeli mobil mewah. Dia juga terungkap menggunakan nomor pokok wajib pajak alias NPWP, yang juga palsu.
Semua itu terungkap saat pegawai showroom mobil mewah di Sunter, Jakarta Utara, bernama Valentino, memberikan kesaksian di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Jakarta, Rabu, 10 Januari 2018. Dalam persidangan, jaksa KPK menunjukkan bukti berupa fotokopi NPWP atas nama Andika Apriyanto.
"Waktu itu kami tidak men-cek asli apa tidak. Kami tidak bertugas untuk memeriksa keaslian NPWP," kata Valentino.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap, Rochmadi menggunakan KTP palsu untuk membeli mobil. Awalnya, Rochmadi memerintahkan bawahannya, yakni Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK, Ali Sadli, untuk membeli mobil.
Ali Sadli kemudian memerintahkan bawahannya, Yudy Ayodya Baruna untuk membeli satu unit mobil merek Honda Odyssey. Ali mengatakan kepada Yudy bahwa mobil tersebut sebenarnya dibeli Rochmadi.
Namun, menurut Yudy, mobil itu dibeli menggunakan nama Andika Apriyanto, bukan atas nama Rochmadi Saptogiri. Ali memberikan KTP atas nama Andika yang menggunakan foto wajah Rochmadi Saptogiri.
Rochmadi Saptogiri, didakwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menerima suap Rp240 juta. Suap tersebut diberikan Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Inspektorat Kemendes, Jarot Budi Prabowo.
Menurut jaksa, uang Rp240 juta itu diduga diberikan dengan maksud supaya Rochmadi menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.
Padahal, masih ada temuan pertanggungjawaban pada laporan keuangan tahun 2015 dan 2016 yang belum ditindaklanjuti oleh Kemendes. Selain itu, temuan tersebut berpengaruh pada audit yang sedang dilakukan.
Rochmadi dan Ali Sadli merupakan penanggung jawab dan wakil penanggung jawab tim pemeriksa dari BPK RI, untuk memeriksa laporan keuangan Kemendes di wilayah Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Mulanya, tim review BPK menemukan adanya beberapa kekurangan, sehingga mengusulkan pemberian opini WTP ditangguhkan.
Kemudian, pada akhir April 2017, di ruang kerja Sekjen Kemendes, dilakukan pertemuan antara Sekjen Kemendes Anwar Sanusi, Sugito, dan salah satu auditor BPK Choirul Anam.
Dalam pertemuan itu, Anam menginformasikan bahwa pemeriksaan laporan keuangan akan mendapat WTP.
Namun, Anam menyarankan agar Rochmadi dan Ali Sadli diberikan uang. Anam menyebut jumlah uang yang harus diberikan sebesar Rp250 juta. "Itu Pak Ali dan Rochmadi tolong atensinya," kata jaksa menirukan perkataan Choirul Anam.
Sugito lantas menyanggupi permintaan uang tersebut. Awal Mei 2017, Sugito bergegas mengumpulkan seluruh sekretaris dirjen dari seluruh unit kerja. Jaksa mendeteksi uang suap yang diserahkan kepada Rochmadi dan Ali Sadli berasal dari sembilan unit kerja eselon I di Kemendes.
Menurut jaksa Ali, Sugito pernah mengonfirmasi langsung mengenai permintaan uang itu kepada Rochmadi. Saat itu, Rochmadi membenarkan permintaan uang tersebut.
Tapi, Rochmadi menyarankan agar penyerahan uang langsung melalui Ali Sadli, tidak melalui Choirul Anam. Selanjutnya, penyerahan uang secara bertahap dilakukan Jarot Budi Prabowo.
Rochmadi didakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Baca: Eks Auditor BPK Didakwa Terima Suap dan Pencucian Uang