Kapolri Curhat Anggaran Rp7 Juta untuk Tangani Satu Kasus

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Irwandi Arsyad

VIVA – Banyak kasus yang mangkrak di kepolisian membuat semua pihak meragukan kinerja Kepolisian. Dari laporan Ombudsman, kasus di bidang reserse menjadi hal yang dikeluhkan masyarakat karena penanganan yang berlarut.

Catat! Ini Puncak Arus Balik Libur Natal dan Tahun Baru 2025

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengakui memang bidang reserse memiliki kelemahan tersebut. Namun ia menyebut penanganan kasus adalah sesuatu yang absurd dan relatif, di mana hanya memuaskan satu pihak saja baik pelapor maupun terlapor.

"Bisa memuaskan pelapor kalau diajukan (ke pengadilan) tapi terlapor marah. Kasusnya kita hentikan karena tidak memenuhi unsur terlapornya senang, tapi pelapornya marah. Seperti itulah itu sering kali polisi pada posisi dilematis. Itu natural dan banyak terjadi," kata Tito di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 3 Januari 2018.

Buntut Penembakan Siswa SMK, Mabes Polri Kirim Propam dan Itwasum ke Semarang

Untuk memperbaiki hal tersebut, ia pun akan meningkatkan kesejahteraan anggota Polri agar tidak meminta kepada pelapor maupun terlapor. Selain itu, mantan Kapolda Metro Jaya ini sudah menyampaikan kepada pemerintah mengenai masalah biaya suatu penanganan kasus.

Selama ini, lanjut Tito, biaya penanganan kasus di Polri hanya berdasarkan indeks. Indeks tersebut untuk mengkategorikan suatu kasus itu sangat sulit, sulit, sedang atau ringan. Ia pun meminta biaya penanganan kasus layaknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sistem At Cost (Biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah).

HMI Geruduk Mabes Polri, Soroti Netralitas Polda Banten di Pilkada

"Kalau di KPK menggunakan sistem at cost sementara Polri indeks. Jadi tidak akan mungkin maksimal bekerja. Dengan sistem indeks kita buat empat kategori. Kasus sangat sulit, sulit, sedang dan ringan," ujarnya.

Untuk membedakan sebuah kasus saja, kata Tito bukan hal yang mudah. Ia pun memberikan contoh kasus penghinaan. Menurutnya, kasus penghinaan adalah kasus yang sedang dan ringan dengan biayanya Rp7 juta.

"Tapi kalau saksinya di luar kota kemudian terlapornya di kota lain gimana? Untuk berangkat indeksnya Rp7 juta itu tidak cukup hanya untuk uang perjalanan saja. Bagaimana bisa menyelesaikan itu. Itu problem mendasar," ucapnya.

Ia melanjutkan, untuk kasus besar seperti kasus pembunuhan yang kategori sangat sulit saja masih kekurangan biaya. Indeks kasus sangat sulit memiliki anggaran Rp70 juta.

"Tapi kalau kasus ini menjadi perhatian publik harus menerjunkan 150 anggota dari mana uangnya? Negara mampu tidak bayar?" katanya.

Di Amerika, setiap penyidik diberikan kartu kredit untuk menangani sebuah kasus. Hal ini menunjukkan berapapun biaya yang dibutuhkan penyidik untuk menangani kasus dibayarkan oleh pemerintah.

"Tapi ada pertanggungjawabannya dana tersebut dan dengan at cost ini juga saya bisa menekan penyidik untuk penyelesaian kasus karena anggaran yang dikeluarkan sudah cukup," ujarnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya