Kisah Tiga Dara Depok yang Terjerumus Geng Jepang
- Zahrul Darmawan
VIVA – Ladies Jepang, demikian sebutan untuk tiga dara kelompok brutal Geng Jepang menamai dirinya. Maklum, dari 19 orang yang kini ditetapkan sebagai tersangka, kasus perampokan dan kekerasan lainnya, cuma mereka yang perempuan.
Geng Jepang atau akronim dari Jembatan Mampang ini menjadi fenomenal karena tertangkap atas kasus penjarahan sebuah toko pakaian di Depok, pekan lalu.
Berkat penangkapan itulah, akhirnya membuka sejumlah catatan kejahatan 'kejam' lainnya kelompok Geng Jepang. Sepak terjang geng ini bisa dibilang mengerikan.
Lalu, bagaimana ketiga Ladies Jepang ini bisa terjerumus dalam kelompok brutal tersebut?
Masing-masing Ladies Jepang ini bernama EF (17 tahun), BA (17) dan YA (16). Semuanya putus sekolah sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
BA dan EF, mengaku sudah menjadi janda karena menikah muda, dan hanya BA yang kini masih memiliki bayi berusia delapan bulan. "Dulu kami nikah siri, mantan suami saya, ya anak Geng Jepang juga,” kata BA di Mapolresta Depok, Jumat, 29 Desember 2017. Ketiganya mengaku, awal bergabung dengan Geng Jepang hanya karena mengikuti pacar nongkrong.
BA mengaku sempat memilih bekerja sebagai cleaning service di sebuah kawasan di Jakarta. Namun demikian, pekerjaan itu sepertinya tak menjanjikan.
Karena itu, ia bersama dua rekan perempuannya, EF dan YA, keranjingan nongkrong dengan kelompok Geng Jepang. Sampai akhirnya, mereka harus berurusan dengan pihak berwajib karena ikut penjarahan.
"Kita cuma ikut-ikutan pak, kalau tahu begini, ya nyesel lah," ujarnya sembari tertunduk. "Saya juga kangen lah sama anak."
Pembimbing Rohani
Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna mengaku prihatin dengan keberadaan Geng Jepang yang didominasi oleh remaja. Ia mengaku akan mengupayakan mereka mendapatkan pendampingan agama.
"Segera akan kami kirim pembimbing rohani dan tenaga pengajar. Biar bagaimana pun mereka ini anak-anak dan perlu mendapat pendidikan," ujar Pradi usai bertemu kelompok Geng Jepang di Mapolresta Depok. "Mereka ini adalah korban keadaan dan rata-rata mengaku hanya ikut-ikutan."
Pradi memproyeksikan, ke depan kelompok ini bisa menjadi figur yang menjadi contoh publik dalam bidang antinarkoba atau pun kekerasan.
"Nah mana tahu, mereka-mereka ini bisa kita jadikan duta dalam hal positif," ucap Pradi. (one)