Boediono Dicecar KPK Soal Terbitnya SKL BLBI
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA – Mantan Wakil Presiden RI, Boediono merampungkan pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, 28 Desember 2017. Boediono diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas tersangka eks Kepala BPPN, Syafruddin Asyad Temenggung. Â
Kepada awak media, Boediono mengaku dikonfirmasi banyak hal terkait perkara dugaan korupsi terkait surat keterangan lunas BLBI terhadap obligor BDNI.
"Saya dimintai keterangan mengenai beberapa hal terkait masa jabatan saya Menteri Keuangan," kata Boediono usai diperiksa penyidik di kantor KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Selebihnya, mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut lebih banyak melemparkan senyum daripada menjawab pertanyaan awak media. Boediono malah mengomentari cara para pewarta mengkonfirmasi sejumlah hal. Â
"Pokoknya (tanya) KPK nanti. Makasih ya," kata Boediono dikawal sejumlah Paspampres.
Sebelumnya Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyatakan pemeriksaan Wakil Presiden periode 2009-2014 Boediono terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI merupakan inisiatif yang bersakutan.
Sebab, pada jadwal pemeriksaan yang sebenarnya sudah ditetapkan KPK, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu berhalangan untuk hadir.
"Saksi datang atas inisiatif sendiri meminta diperiksa hari ini, karena dijadwal pemanggilan (yang sudah ditetapkan) yang bersangkutan berhalangan (hadir)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.
Menurut Febri, hal itu lumrah terjadi dalam penyidikan suatu perkara. Apalagi kapasitas yang dipanggil adalah saksi. "Untuk efektifitas penyidikan perkara ini, maka dilakukan pemeriksaan hari ini," kata Febri.
Pada perkara ini, penyidik baru menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjaradjakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.