Menerawang Kebijakan 2018 yang Peduli Nasib Petani

Ilustrasi Petani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA – Sumber daya manusia Indonesia hampir sebagian besar mengandalkan sektor pertanian. Namun, ironis karena sejauh ini kesejahteraan petani belum terjamin. Solusi persoalan ini yaitu menjaga sektor pertanian sebagai ruang ekonomi rakyat.

Yayasan yang Didirikan Prabowo Beri Pupuk Gratis ke Petani di Magelang

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Harry Priyono dalam seminar nasional outlook kebijakan pembangunan pertanian Indonesia 2018 di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang digelar Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI). Tema seminar yaitu Memotret Kemajuan Pertanian dan Kesejahteraan Petani di Tahun Politik 2018'.

Bagi Harry, pengalaman tahun 2017 harus menjadi acuan untuk bisa mengevaluasi. Kebijakan yang peduli terhadap SDM petani dan sudah sesuai bisa dilanjutkan. Namun, yang belum harus menjadi catatan agar mendukung tumbuhnya sektor pertanian.

Dukung Percepatan Swasembada Pangan, Petrokimia Gresik Sebar 54 Taruna Makmur ke Berbagai Daerah

"Maka SDM yang menggantungkan hidup di sektor pertanian harus dipedulikan dan dijaga. Harus dipahami agar pelaku besar jangan masuk ke ruang tersebut," kata Harry dikutip VIVA, dalam keterangannya, Sabtu, 23 Desember 2017.

Menurut Harry, agar pertanian tetap menjadi ruang ekonomi rakyat, maka harus optimal agar pelaku besar dibatasi tak terlalu masuk. Pentingnya hal ini karena untuk menjaga peran petani yang tak dirugikan dalam kedaulatan pangan.

Menko Pangan Zulhas Optimis Tahun Depan Setop Impor Gula

Sebab, petani merupakan mata pencaharian yang dimiliki masyarakat tingkat ekonomi bawah. Masuknya pelaku besar justru merugikan petani yang perlu menjadi perhatian.

"Ini memang bukan hal yang mudah untuk 2018. Butuh proses perjuangan dan dukungan semua pihak terhadap petani agar bisa sejahtera harus terus dilakukan," tutur Harry.

Sementara itu, Rektor IPB, Arif Satria menyoroti kesejahteraan petani yang belum terealisasi hingga sekarang. Kondisi Indonesia yang dikenal memiliki lahan pertanian luas, tapi jadi ironis karena pekerjaan petani belum bisa menyejahterakan ekonomi rakyat.

Arif turut menyinggung rendahnya kesejahteraan petani ikut memengaruhi terhadap regenerasi petani. Pekerjaan petani yang belum menjamin kesejahteraan menjadi lambannya regenerasi.

"Karena beberapa tahun lagi, kita akan mengalami bonus demografi. Untuk itu, ini saat yang tepat mempersiapkan sumber daya dalam pembangunan petani agar regenerasi berlanjut bukan berhenti," kata Arif yang juga ketua Dewan Pakar PISPI tersebut.

Kemudian, Arif menjelaskan, saat ini kondisi yang penting untuk diperhatikan adalah dengan pengembangan kawasan, perdesaan, lahan, serta reforma agraria. Apalagi jumlah lahan pertanian bukan bertambah, tapi saat ini justru berkurang.

"Karena pembangunan pertanian tidak hanya bisa diselesaikan di atas kertas terus mereduksi hal di lapangan. Dan, ini perlu perjuangan ekstra karena bukan hal yang mudah," tuturnya.

Visioner dan Integratif

Dari sudut pandang lain, Ketua Umum PISPI, Sunarso mengatakan kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani saling terkait. Sunarso menegaskan pembangunan pertanian harus dengan kebijakan yang visioner dan integratif. Visioner dengan arti pertanian Indonesia harus punya jangka panjang dalam waktu 15-20 tahun ke depan.

“Bahkan 50 tahun sampai 100 tahun ke depan, ini harus integratif,” kata Sunarso.

Namun, yang menjadi catatan Sunarto dalam aspek integratif adalah perlu dukungan semua pihak terkait. Menurutnya, sektor pertanian bila ingin maju maka tak bisa dikerjakan hanya beberapa pihak saja. “Pertanian tidak bisa dikerjakan oleh sarjana pertanian sendiri, Kementerian Pertanian saja namun pertanian butuh integrasi dari semua faktor dan unsur yang mendukung,” jelas Sunarso.

Dalam seminar outlook ini, juga menghadirkan Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Ahmad Erani Yustika, Anggota Komisi IV DPR Ichsan Firdaus, dan Kepala Pusat Studi Agraria IPB Rina Mardiana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya