PPATK: Legislatif Pelaku Utama Pencucian Uang
- VIVA/Bayu Januar
VIVA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis hasil penelitian Indeks Persepsi Publik Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pendanaan Terorisme (IPP APU-PPT 2017).
Berdasarkan hasil survei terhadap 11.040 responden yang tersebar di 34 provinsi, publik menilai legislatif sebagai pihak yang paling sering melakukan TPPU.
"Pemahaman publik terhadap pelaku utama TPPU adalah pejabat legislatif (7.57), pejabat eksekutif (7.42), pejabat yudikatif (7.21), pengurus/anggota Parpol (6.20) dan pengusaha/wiraswasta (5.86)," kata anggota tim ahli survei analisis IPP APUPPT 2017, Ali Said, di kantor PPATK, Jalan Ir Juanda, Jakarta Pusat, Selasa 19 Desember 2017.
Ali menjelaskan pemahaman publik terhadap TPPU dan tindak pidana pendanaan teroris (TPPT) telah meningkat sejak rilis pertama pada tahun 2016. Publik berpandangan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU lebih tinggi daripada TPPT.
Saat ini, angka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana terorisme mengalami kenaikan 0,10 dari 5.21 menjadi 5.31. Indeks persepsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang naik dari 5.52 menjadi 5.57.
Di sisi lain, Indeks persepsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme naik signifikan dari 4.89 menjadi 5.06.
"Nilai IPP-TPPU sebesar 5.57 tercatat lebih tinggi dibanding nilai IPP-TPPT yang tercatat sebesar 5.06. Yang menandakan bahwa pemahaman masyarakat terhadap karateristik, regulasi, risiko TPPU dan TPPT di Indonesia sudah cukup baik," ujar Ali.
Dalam survei tersebut, survei menemukan ada tiga faktor utama pendorong publik memandang minimnya pemberantasan TPPU. Ketiga poin yang menyebabkan publik ragu dalam pemberantasan TPPU adalah belum efektifnya upaya penegakan hukum Indonesia (7.42), minimnya teladan yang baik dari politisi dan pejabat publik (7.41), dan belum efektifnya pengawasan pelaksanaan aturan dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang (7.18).
"Dalam hasil survei tersebut, ditemukan pula tiga karakteristik perbuatan TPPU yakni membeli aset properti (7.04), disimpan di tempat tersembunyi (6.93), dan membeli kendaraan bermotor (6.93)," katanya.
Sementara Kepala PPATK, Kiagus Ahmad Badaruddin, menjelaskan, masyarakat secara tidak langsung telah ikut terlibat menciptakan rezim Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (APUPPT). Oleh karena itu, ia berharap pengawasan masyarakat bisa meningkat.
"Hasil penilaian persepsi ini sekaligus menjadi petunjuk secara tidak langsung mengenai apa yang diharapkan oleh masyarakat terhadap iklim pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Dinamika ini khususnya dalam penanganan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme," kata Kiagus. (one)