Daftar Pekerjaan E-KTP yang Terbengkalai karena Novanto
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Jaksa penuntut dari Komisi Pemberantas Korupsi menyebut Setya Novanto dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang mengkorupsi anggaran proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik sebagai biang kerok terbengkalainya program Kartu Tanda Penduduk Elektronik di Kementerian Dalam Negeri.
Diketahui, proyek yang dimenangkan Konsorsium PNRI tersebut menelan anggaran negara mencapai Rp5,8 triliun.
"Sehingga pemberian uang kepada terdakwa (Novanto), Irman, Sugiharto, Diah Anggreini, dan pihak-pihak lainnya menjadi penyebab Konsorsium PNRI tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam kontrak," kata Jaksa penuntut KPK, Eva Yustisiana saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 13 Desember 2017.
Konsorsium PNRI beranggotakan Perum PNRI, PT Sucofindo, PT Quadra Solution, PT LEN Industri, dan PT Sandipala Arthaputra. Konsorsium tersebut merupakan bentukan Tim Fatmawati yang diarsiteki Andi Narogong.
Adapun pekerjaan yang tak diselesaikan Konsorsium PNRI itu, di antaranya pencetakan e-KTP dan pengadaan sistem AFIS. Jaksa Eva menuturkan Konsorsium PNRI hanya melakukan personalisasi sebanyak 144.599.653 keping e-KTP, sementara sistem AFIS hanya berdasarkan jumlah data yang direkam, bukan berdasarkan lumpsum atau satu kesatuan sistem.
"Hal ini mengakibatkan pemerintah harus membayar software dan hardware untuk mendukung sistem AFIS," kata Jaksa Eva.
Konsorsium PNRI juga tidak dapat mengintegrasikan antara Hardware Security Modul (HSM) dengan Key Management System (KMS), sehingga tak memenuhi spesifikasi sistem keamanan kartu dan data seperti yang ditetapkan dalam kerangka acuan kerja.
Selain itu, Konsorsium PNRI dan PT Quadra Solution mensubkontrakkan pelaksanaan pekerjaan jaringan komunikasi data ke PT Indosat Tbk, yang pelaksanaan serta pembayarannya tidak sesuai kontrak.
Kemudian, PT Sucofindo juga dalam pelaksanaan pekerjaan helpdesk management system hanya menyediakan 84 orang untuk layanan keahlian helpdesk, meskipun berdasarkan kontrak Konsorsium PNRI harus menyediakan 100 orang.
Selanjutnya, sambung Eva, terjadi perbedaan metode pemindaian, antara identifikasi dengan verifikasi data yang berdasarkan kerangka acuan kerja menggunakan sidik jari, namun Konsorsium PNRI menggunakan 'iris' mata.
"Sehingga ketunggalan KTP Elektronik tidak dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Tidak berhenti di sana, akibat korupsi itu penggunaan printer fargo HDP5000 part number 75001 untuk cetak e-KTP di setiap kabupaten dan kota, terdapat penguncian spesifikasi yang terletak di printer dan ribbon-nya, yang membuat pengguna tidak bisa menggunakan printer lain dan harganya dikendalikan vendor.
Kemudian, kegiatan pendampingan teknis yang dilakukan PT Sucofindo tak sesuai kontrak dan kerangka acuan kerja, mulai dari jumlah personil, kualifikasi personil, dan gaji yang dibayarkan kepada pendamping teknis di lapangan tidak sesuai kontrak.
Konsorsium PNRI menggunakan chip merek NXP P.308 dan chip merek ST Micro ST 23YR yang tak bersifat terbuka sebagaimana diatur dalam kerangka acuan kerja. Alhasil, menyebabkan ketergantungan terhadap dua produk itu.
Meskipun pekerjaan Konsorsium PNRI yang sejak awal direncanakan oleh Novanto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Isnu Edhi Wijaya, Diah Anggreini, Irman, dan Drajat Wisnu Setyawan, tak sesuai target, mereka tetap mendapat keistimewaan.
"(Konsorsium PNRI) tetap memperoleh pembayaran secara bertahap meskipun tak memenuhi target setiap terminnya," kata jaksa Eva.
Jaksa melanjutkan, Konsorsium PNRI seolah-olah telah menyelesaikan target 100 persen, padahal sampai dengan akhir masa pengerjaan pada 31 Desember 2017, mereka hanya bisa melakukan pengadaan 122.109.759 keping e-KTP.
Terakhir, kata jaksa, berdasarkan adendum kontrak ke-9 Nomor 027/2387/PIAK tanggal 27 Desember 2013, atas keterlambatan dan ketidaksesuaian prestasi pekerjaan itu, Konsorsium PNRI tidak diberikan teguran dan sanksi.