Upaya Pemerintah Cegah Wabah Difteri
- ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf
VIVA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah melakukan koordinasi lintas kementerian untuk pencegahan penyebaran virus difteri. Dari hasil rakor, Mendagri langsung mengeluarkan instruksi kepada semua Kepala Daerah di Indonesia.
"Saya ikut hadir dalam Rakornas dengan Kemenkes. Kami sudah buat instruksi kepada semua daerah untuk menggerakkan semua elemen masyarakat, berkoordinasi dengan kapala dinas kesehatan," kata Tjahjo usai Rakornas Koordinasi Kompolnas dan Polri di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa 12 Desember 2017.
Dalam instruksinya, semua Kepala Daerah harus menyiagakan Puskesmas untuk melayani dan melakukan pencegahan wabah difteri. "Karena difteri menjadi skala prioritas," ujarnya menegaskan.
Ia menjelaskan, Kepala Daerah juga harus mewaspadai berbagai penyakit berbahaya lainnya yang mengancam masyarakat. "Tidak hanya difteri, ada masalah TBC, AIDS, kanker serviks. Saya kira itu harus jadi skala prioritas kesehatan," ungkapnya.
Sebelumnya Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) berharap agar masyarakat jangan panik dan mengikuti informasi tentang pencegahan dan penanganan serangan bakteri difteri.
"Masyarakat jangan panik, pemerintah akan terus melakukan upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menyebar semakin luas," kata Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan, dr. Sigit Priohutomo, di Jakarta.
Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan sampai akhir November 2017 menyebutkan, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 di antaranya meninggal dunia. Perkembangannya yang cepat ini itu membuat 20 provinsi menyatakan status sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri.
"Penyakit ini adalah wabah yang tergolong mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae dan pemerintah telah menetapkan statusnya sebagai Kejadian Luar Biasa," ujar Sigit.
Sigit menuturkan, untuk menangani hal ini pemerintah telah menetapkan kebijakan dengan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi ulang secara masal dari umur tertua yang terkena penyakit tersebut. “Misal jika yang terkena paling tua adalah umur 19 tahun, maka kita akan melakukan ORI mulai umur 19 tahun ke bawah,” ujar Sigit.
Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan juga meminta Kementerain Agama dan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengimbau melakukan imunisasi ke para siswa. (mus)