Milad GAM ke-41, Eks Kombatan Tagih Janji Pemerintah Pusat
- ANTARA FOTO/Rahmad
VIVA – Para pentolan Gerakan Aceh Merdeka merayakan milad GAM ke-41 Senin kemarin. Mereka mendesak pemerintah pusat untuk tetap konsisten dengan kesepakatan damai yang dibuat melalui Perjanjian Helsinki 2005 dan Undang-undang Pemerintahan Aceh 2006, yang menjamin masyarakat setempat bisa mengatur wilayah mereka sendiri.Â
"Kita sudah sering peringatkan kepada Pusat agar apa yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPA segera direalisasikan, jika tidak kita akan terus menuntut itu," kata Mantan Panglima GAM, Muzakir Manaf, usai menghadiri Milad GAM ke 41 di Aceh Besar, Senin 4 Desember 2017.
Mantan Menteri Pertahanan GAM, Zakaria Saman, juga menyinggung konsistensi pemerintah pusat terkait pelaksanaan UU Pemerintahan Aceh, seperti yang disepakati dalam Perjanjian Helsinki. Dia masih berharap banyak agar Pemerintah melihat dan membuka kembali isi perjanjian itu agar tidak berlalu begitu saja tanpa kepastian.
"Kita selalu turuti apa yang dikatakan Pusat, tapi kita masih saja ditipu. Sudah ikrar Lamteh kita ditipu, tapi jangan lagi dalam MoU Helsinki," kata Saman beberapa waktu lalu.
Sejumlah daerah di Aceh merayakan milad GAM ke-41 dengan cara berzikir dan doa.
Bendera Tetap Berkibar
Di samping Milad GAM ke–41, tradisi untuk menaikkan Bendera Bulan Bintang masih tampak di sejumlah daerah di Aceh. Padahal sudah ada larangan untuk tidak menaikkan bendera dari pihak keamanan dan pejabat daerah.
Informasi yang dihimpun VIVA, bendera bulan bintang berkibar di daerah Pidie, Bireuen, Aceh Tamiang, Lhokseumawe, namun tak berlangsung lama.
Sementara itu, di Kabupaten Aceh Jaya, upacara penaikan Bendera bulan bintang berlangsung hingga selesai. Ketua Perkumpulan Putra dan Putri Komite Peralihan Aceh (PPKPA) Aceh Jaya, Aziz Muhajir, membenarkan pihaknya mengadakan upacara milad GAM ke-41 di ibu kota Kabupaten Aceh Jaya, Calang.
"Iya benar, acaranya sudah selesai," katanya melalui pesan singkat.
Soal bendera Aceh ini masih menjadi polemik di tingkat Pemerintah Pusat, karena dinilai mirip dengan bendera gerakan separatis. Padahal sebelumnya, pada 25 Maret 2013, Pemerintah Aceh bersama DPR Aceh telah mengesahkan Qanun Nomor 2 Tahun 2013 tentang penetapan bendera dan lambang Aceh.
Namun, bagi eks pimpinan GAM, desakan untuk tidak mengkhianati perjanjian damai itu seolah dianggap angin lewat oleh pemerintah pusat. Mereka menyebut salah satu contoh, UU Pemerintahan Aceh yang kian tergerus akibat materinya yang dipreteli pasal per pasal. Kemudian, persoalan Bendera Bulan Bintang yang sudah disepakati, tetapi dilarang berkibar. Begitu pula soal tapal batas wilayah, perhubungan laut Aceh, dan lain-lain seakan-akan kini mengendap. (ren)