Pelestarian Budaya Harus Jadi Perhatian Semua Pihak

Pelestarian budaya Betawi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Danar Dono

VIVA – Staf Ahli Menko PMK Bidang Multikulturalisme, Restorasi Sosial dan Jati Diri Bangsa, Haswan Yunaz, memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Multipihak Pengelolaan dan pelestarian Warisan Budaya di Kabupaten Belitung, Propinsi Bangka Belitung, Kamis 16 November 2017.

Ini Permintaan Puan ke Pemerintah Jelang Nataru 2025

Rakor diikuti oleh instansi kementerian/lembaga terkait, SKPD dilingkup Propinsi Bangka Belitung, dunia pendidikan dan komunitas masyarakat. Rakor kali ini di format dengan model diskusi panel yang menghadirkan sebagai narasumber, antara lain,  Asdep Warisan Budaya, Kemenko PMK, Pamuji Lestari, Direktorat Sejarah, Kemendikbud, Agus Widiatmokoo; Kepala Badan Pelestarian Cagar Budaya Propinsi Jambi, M. Ramli, dan Dosen dari Akademi Manajemen Belitung, Indry Permana.

Haswan, menyampaikan bahwa dalam rangka terciptanya pengaturan di bidang kebudayaan secara sinergi dan terintegrasi perlu dilakukan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian (KSP).

Puan Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Amanat UU Tapi Harus Cermat

Peran tersebut dipegang oleh Kemenko PMK dan sebagai wujud dari peran tersebut, pada September 2016, Menko PMK telah menetapkan Surat Keputusan Kemenko PMK No 20/2016 tentang Tim Koordinasi Pelestarian dan Pengelolaan Warisan Budaya dan Alam Indonesia. Tim ini beranggotakan 12 Kementerian/Lembaga.

Tim Koordinasi, lanjut Haswan, salah satu tugas utamanya adalah menyusun pedoman umum dan roadmap warisan budaya dan alam Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar ke depan, seluruh kebijakan dan regulasi di bidang kebudayaan dapat diimplementasikan dan diukur perkembangannya berdasarkan indikator yang telah ada.

Didampingi Olly, Puan Wakili Megawati Hadiri HUT Golkar ke-60 di Sentul

“Rencana Induk Pembangunan Kebudayaan (RIPK), tahun 2013, dan Indeks Pembangunan Kebudayaan (tahun 2016) yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah salah satu contoh kebijakan atau regulasi tersebut,” jelas Haswan.

Dalam RIPK, disebutkan ada 7 (tujuh) pilar kebudayaan yang harus menjadi pedoman bagi pemerintah, pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat dalam memajukan kebudayaan Indonesia, diantaranya: pelestarian hak kebudayaan, pembangunan jati diri bangsa dan multikulturalisme, pelestarian sejarah dan warisan budaya, pembangunan industri budaya, penguatan diplomasi budaya, pengembangan pranata kebudayaan dan SDM kebudayaan, pengembangan sarana dan prasarana kebudayaan.

Menurut Haswan, budaya adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar kelompok masyarakat yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut bersifat dinamis, yang ditandai oleh adanya interaksi antar-budaya baik yang berasal dalam negeri maupun budaya luar negeri sesuai dinamika perubahan dunia.

“Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan dan peluang dalam memajukan warisan budaya,” ujar Haswan.

Pelestarian warisan budaya, menurut Haswan mengandung makna perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan, sedangkan pengelolaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian.

“Oleh karena menyangkut dimensi yang sangat luas, maka warisan budaya perlu menjadi perhatian semua pihak baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kebudayaan serta masyarakat luas,”terang Haswan.

Menurut Haswan, kurang optimalnya pelestarian dan pengelolaan warisan budaya akan berdampak pada menurunnya identitas jati diri sebagai bangsa yang berkepribadian dalam berkebudayaan sebagaimana dicetuskan oleh Presiden Soekarno dalam Trisakti.

“Untuk itu, sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelestarian warisan budaya bangsa adalah melalui rapat koordinasi multipihak ini untuk mendiskusikan berbagai isu, permasalahan dan tantangan dalam pelestarian dan pengelolaan warisan budaya saat ini dan ke depan,” ujar Haswan.

Sementara itu, Kepala Bidang Sejarah dan Warisan Budaya, Kemenko PMK, Dohardo Pakpahan dalam laporannya menyampaikan bahwa tujuan dilaksanakannya rakor adalah untuk mencari berbagai solusi atas segala persoalan terkait dengan upaya pelestarian dan pengelolaan warisan budaya.

“Potensi dan pemanfaatan warisan budaya masih sangat minim, begitu pula produk-produk budaya yang dihasilkan, belum lagi kerusakan-kerusakan cagar budaya yang terus terjadi, perlu penanganan bersama untuk solusinya,” tutur Dohardo.

Asdep Pamuji dalam paparannya menyampaikan  bahwa inventarisasi dan penetapan objek/situs/kawasan yang tergolong warisan nasional dan daerah belum dilakukan secara optimal. Begitu pula perawatan dan pelestarian atas sumberdaya budaya dan alam Indonesia masih terbatas, umumnya masih terkonsentrasi di kawasan perkotaan.

Selain itu, menurut Pamuji, pengelolaan sumberdaya budaya dan alam tersebut masih dilakukan sesuai dengan kepentingan dan kebijakan K/L dan daerah masing-masing dan belum dilakukan secara terintegrasi antara pusat dan daerah serta dengan stakeholders yang ada di sekitar kawasan/objek.

“Ditambah dukungan program dan anggaran untuk pengelolaan warisan budaya dan alam masih terbatas atau minim,” jelasnya.

Untuk itu, menurut Pamuji, perlu integrasi dan sinkronisasi Program dan Anggaran di masing-masing K/L dan Pemda (Provinsi/Kabupaten/Kota) serta pemangku kepentingan lainnya agar dilakukan dengan prinsip gotong royong.

“Perlu juga kerjasama yang dilakukan dengan baik dan optimal, agar mendatangkan manfaat yang besar bagi pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya dan alam dunia kita, serta terhindarnya dari ancaman bahaya (in danger),” kata Pamuji.

Selain itu, pada setiap objek/situs warisan budaya dan alam dunia perlu dibentuk Badan Pengelola tersendiri dengan tetap berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Pelestarian Warisan Budaya dan Alam Indonesia. (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya