Ketika Panah dan Logo ISIS Teror Markas Polisi

Kantor Mapolres Dharmasraya, Sumatera Barat yang hangus di bakar teroris.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA – Kesaksian polisi menyebut, Eka Fitria Akbar (24) dan  Enggria Sudarmadi (25) meneriakkan takbir, Allahu Akbar, sebelum keduanya tewas diterjang peluru.

2 Teroris Jamaah Ansharut Daulah Dicokok di Bima, Begini Perannya

Kedua pelaku penyerangan dan pembakaran Polres Dharmasraya Sumatera Barat ini pun meregang nyawa usai nyaris membakar habis kantor polisi di pagi buta pada Minggu, 12 November 2017, sekira pukul 03.00 WIB.

Hingga kini tak diketahui motif dan alasan dua warga asal Provinsi Jambi itu nekat menyerang dan menyerahkan nyawanya.

Petugas kepolisian berjaga-jaga di ruang autopsi dua jasad pelaku pembakaran Polres Dharmasraya, di RS Bhayangkara Padang Sumatera Barat, Minggu (12/11/2017)

FOTO: Personel polisi bersiaga di RS Bhayangkara Padang, lokasi autopsi kedua terduga teroris Dharmasraya

Pelaku Perencanaan Pembunuhan di Konser Taylor Swift di Wina Ditangkap, CIA: Ada Indikasi ISIS

Satu-satunya yang tersisa hanya delapan anak panah, dua sangkur, secarik kertas berisi ajakan jihad dan sebuah ban (sabuk kecil) berlambang kelompok teror di Suriah atau ISIS di kedua lengan masing-masing.

"Diduga kuat mereka merupakan jaringan teroris," kata Kapolres Dharmasraya AKBP Roedy Yoelianto, Minggu.

Merujuk sejumlah bukti itulah, polisi kemudian menyimpulkan sementara keduanya terduga teroris. Meski tak ada korban jiwa dari personel polisi, namun terbakarnya markas polisi di Kabupaten Dharmasraya yang merupakan pecahan Kabupaten Sijunjung sejak tahun 2003 ini menjadi pesan keras untuk polisi.

 Jasad salah seorang pelaku penyerangan dan pembakaran Polres Dharmasraya Sumatera Barat saat tiba di RS Bhayangkara Padang, MInggu (12/11/2017)

FOTO: Jasad seorang terduga teroris yang membakar Polres Dharmasraya Sumatera Barat

Sehari sebelumnya, tepatnya pada Jumat, 10 November 2017, di Rumah Tahanan khusus teroris di Markas Brimob Kelapa Dua Depok sempat terjadi kericuhan.

Sejumlah napi teroris, salah satunya bernama Juhanda, pria yang dulu diamankan usai melempar bom di Gereja Oikumene Samarinda dan menewaskan seorang anak kecil, disebut ikut terlibat.

Klaim kepolisian, kemarahan narapidana teroris ini ditengarai oleh penggeledahan petugas di sel tahanan mereka yang membuktikan ada temuan berupa alat komunikasi dan sejumlah buku.

Namun demikian, anehnya di jejaring sosial, beredar informasi jika kericuhan itu ditengarai oleh pelemparan Alquran oleh petugas. Sehingga membuat para napi teroris meradang.

Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat

FOTO: Petugas polisi bersiaga di Mako Brimob Kelapa Dua Depok

Sejumlah fasilitas tahanan pun rusak. Dan lagi-lagi kalimat takbir, menggema di dalam rumah tahanan. Meski kemudian polisi membantah telah terjadi pelemparan Alquran, namun kabar itu terlanjur meluas di jejaring sosial dalam waktu singkat.

"Tidak benar terjadi pelemparan Alquran oleh petugas jaga," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul.

"Yang ada adalah para petugas melakukan pemeriksaan terhadap buku-buku dan benda-benda yang ada di dalam sel." 

Di luar itu, bukan tidak mungkin apa yang terjadi di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok memicu api di tempat lain. Polres Dharmasraya bisa saja contoh letupannya, meski memang ini harus diverifikasi matang.

Juhanda, tersangka pelempar bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu kemarin diketahui berstatus residivis kasus teror bom buku pada 2011 di Jakarta.

FOTO: Juhanda, pelaku pelemparan bom di Gereja Oikumene Samarinda

Namun yang pasti, pergerakan terorisme di Indonesia memang tak luput dari aksi 'sahut-sahutan' kelompok ini. Satu aksi di tempat lain, akan menjadi motivasi dan pesan baru kepada kelompok lain, bahwa mereka tetap eksis.

Dan kini, yang menjadi salah satu pesan paling 'kuat' adalah munculnya penggunaan anak panah dari kelompok ini. Tak jelas pesannya apa. Namun praktik penggunaan panah menjadi cara baru bagi para pelaku teror bertindak sepertinya.

Aparat keamanan dan pemerintah setempat menghapus logo ISIS di rumah seorang terduga teroris di Medan, Sumatera Utara, pada Rabu, 5 Juli 2017.

FOTO: Logo ISIS di kediaman seorang terduga teroris

Apa pun itu, apa yang terjadi di Polres Dharmasraya menjadi bukti kesekian kali jika polisi tetap menjadi prioritas kelompok teror. Seperti kata terpidana seumur hidup kasus Bom Bali I, Ali Imron, polisi telah menjadi target prioritas mereka yang hendak berbuat teror.

"ISIS itu memanfaatkan kesempatan di antara masyarakat dengan menyerang polisi agar masyarakat cuek, tidak bantu polisi, jadi segan. Karena selama ini masyarakat banyak yang juga tersakiti oleh polisi. Alasan syar'i-nya, karena polisi dianggap kelompok yang telah menangkap kawan-kawannya yang dianggap sebagai mujahid," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya