Penghayat Kepercayaan Diakui Negara, Kabar Baik atau Buruk?
VIVA – Mahkamah Konstitusi Indonesia menyetujui agar kolom agama di Kartu Tanda Penduduk untuk dikosongkan. Dengan ini, maka setiap orang berhak untuk mencantumkan agama sesuai dengan kepercayaan mereka.
Atau dengan kata lain, kini 12 juta warga negara Indonesia yang menjadi kelompok penghayat kepercayaan kini bisa bernafas lega. Hak mereka untuk diakui secara resmi kini telah diberi ruang oleh negara.
Meski begitu, pascaputusan ini akan ada banyak hal lain yang mesti menjadi perhatian.
Ketua Komunitas Muda Nusantara Bob Febrian menuturkan dengan putusan MK itu maka sepatutnya memang ada proses inventarisasi menyeluruh terhadap kelompok penghayat kepercayaan.
Namun, masalahnya negara bisa mengindentifikasi itu atau tidak. "Kira-kira mereka kenal tidak dengan kelompok penghayat?" katanya di Bali, Kamis, 9 November 2017.
Tak cuma itu, lanjut Bob, putusan MK itu juga berpeluang menimbulkan gesekan baru di tingkat masyarakat. Hal ini ditengarai oleh persepsi masyarakat yang berbeda tentang penghayat kepercayaan dengan yang dibuat pemerintah. Publik beranggapan saat ini MK mengakui aliran kepercayaan.
"Padahal, penghayat kepercayaan yang dibina oleh pemerintah itu kan kepercayaan yang berbasis kearifan lokal," kata Bob.
"Sementara ada aliran-aliran keagamaan yang berupaya memaksakan diri supaya eksistensi mereka diakui. Saya tidak tahu bagaimana negara merespons itu."
Di bagian lain, pemerhati sosial dan budaya Syubro Mulissy justru menyoroti dasar pertimbangan agar penghayat Kepercayaan diakui dalam catatan sipil.
Ia mencurigai, jika keputusan ini bernada politis. Lantaran dilakukan menjelang tahun Pilkada  Serentak 2018 dan Pilpres 2019. "Kita tidak tahu motif MK," ujarnya.
Sejauh ini, berdasarkan data estimasi awal pemerintah, total penghayat kepercayaan di Indonesia berjumlah 12 juta jiwa dan tersebar di 62 kabupaten dan 15 kota di Indonesia.
Secara rinci berikut daftar organisasi penghayat kepercayaan di Indonesia;
1. Sumatera Utara, 12 organisasi.
2. Lampung, 5 organisasi.
3. DKI Jakarta, 14 organisasi.
4. Banten, 1 organisasi.
5. Jawa Barat, 7 organisasi.
6. Jawa Tengah, 52 organisasi.
7. Yogyakarta, 25 organisasi.
8. Jawa Timur, 51 organisasi.
9. Bali, 8 organisasi.
10. NTB, 2 organisasi.
11. NTT, 5 organisasi.
12. Sulawesi Utara, 4 organisasi.
13. Riau, 1 organisasi.