Ada 12 Juta Orang Penganut Kepercayaan di Indonesia
VIVA – Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, atau Kemendikbud mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan para penghayat kepercayaan untuk dimasukkan dalam pengisian kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Kemendikbud mendorong sepenuhnya Kementerian Dalam Negeri untuk sesegera mungkin secara teknis memasukkan penghayat kepercayaan dalam kolom KTP.
"Karena, memang kewenangannya ada di Kemendagri. Kami men-support, supaya pelayanannya maksimal dan sesegera mungkin dilakukan," kata Kepala Seksi Kelembagaan Kepercayaan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Kemendikbud, Minang Warman, di Denpasar, Kamis 9 November 2017.
Menurut Minang, diakomodasinya penghayat kepercayaan oleh pemerintah karena dipandang sebagai aset bangsa. Selain itu, upaya ini juga dalam untuk menjaga kondusivitas warga lokal di tingkat grass root. "MK melalui keputusannya memberikan ruang penganut kepercayaan untuk eksis. Sekarang, semua orang percaya diri," ucap dia.
Data Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi Kemendikbud, organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME yang aktif dan tidak aktif tahun 2017 berjumlah 187 organisasi. Mereka yang aktif berjumlah 160, dan 27 organisasi yang tidak aktif.
Sementara itu, untuk jumlah orang-orang yang tergabung di dalamnya, Minang menaksir ada sekitar belasan juta orang anggotanya. Hanya saja, data itu masih perlu dilakukan verifikasi ulang terkait validitasnya.
"Tetapi, ada data 12 juta jumlah penganut aliran kepercayaan. Kami mempunyai data sejumlah itu, 12 juta orang, meski bisa saja belum tentu valid," ujar Minang.
Pada acara Workshop Pelestarian Tradisi dan Penguatan Peran Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diselenggarakan Komunitas Muda Nusantara itu, Minang menegaskan, ratusan organisasi penghayat kepercayaan itu telah menjalani proses verifikasi yang sangat ketat.
Pertama, kata dia, aliran kepercayaan yang dianut warga harus memiliki nilai kearifan lokal. Kedua, berbudi luhur dan ketiga, mengatur relasi antara manusia, Tuhan, dan kearifan lokal itu sendiri.
Ia berharap, putusan MK yang intinya mengabulkan penghayat kepercayaan masuk dalam kolom agama di KTP, tidak menjadikan hal itu polemik berkepanjangan. Meski disadari, akan ada kelompok-kelompok masyarakat yang tak setuju dengan keputusan tersebut.
"Kami meminta kepada masyarakat menunggu saja secara teknis, bagaimana putusan MK ini terimplementasi. Setiap keputusan pasti ada reaksi. Kami telah berkoordinasi dengan berbagi pihak dan sejauh ini melihat di lapangan akan tetap kondusif," ucap dia.
Sebelumnya, MK mengabulkan seluruhnya permohonan warga penganut penghayat kepercayaan yang mengalami diskriminasi ketika mendapatkan layanan pembuatan KTP.
Agama yang dianut mereka terganjal oleh UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk. Atas itu, MK pun mengabulkan gugatan mereka.