Sembilan Terdakwa Penganiaya Taruna Akpol Minta Dibebaskan

Sidang pembacaan pledoi sembilan taruna Akademi Kepolisian terdakwa penganiaya junior mereka di Pengadilan Negeri Semarang pada Senin, 6 November 2017.
Sumber :
  • VIVA/Dwi Royanto

VIVA – Tim kuasa hukum sembilan dari 14 terdakwa penganiaya taruna tingkat dua Akademi Kepolisian, Muhammad Adam, meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang untuk membebaskan para terdakwa dari segala tuntutan. Pengacara beranggapan, para terdakwa tidak terlibat langsung penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal itu.

Massa Pendukung Paslon Rampas Kotak Suara di Pilkada Mamberamo Tengah, Honai Dibakar

Dalam sidang pembelaan yang diketuai Casmaya, pengacara para terdakwa membacakan pledoi secara bergantian. Masing-masing pengacara menilai, bahwa seluruh unsur pidana dalam Pasal 170 ayat 1 KUHP seperti yang dikenakan kepada para terdakwa tidak bisa dibuktikan sepenuhnya.

"Menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan kekerasan secara bersama-sama sebagaimana 170 KUHP. Meminta membebaskan para terdakwa dari tuntutan pidana serta memulihkan hak-hak terdakwa," kata Junaedi, pengacara terdakwa, di Pengadilan Negeri Semarang pada Senin, 6 November 2017.

Kasus Penganiayaan Terhadap Murid, Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas

Sejumlah alasan disampaikan pengacara untuk meminta kliennya para taruna tingkat tiga itu dibebaskan dari tuntutan. Pengacara menilai, perbuatan terdakwa belum memenuhi seluruh unsur delik pidana sebagaimana pasal 170 KUHP.

"Pendapat jaksa penuntut umum kami anggap terlalu prematur, karena unsur barangsiapa itu belum dibuktikan seperti perbuatan, terang-terangan, tenaga bersama, dan orang atau barang," katanya.

Pria di Pulogadung Sadar dan Tanpa Pengaruh Alkohol Aniaya Pengendara Mobil hingga Tewas

Junaedi menilai, bahwa barang bukti alat-alat yang diamankan untuk menganiaya para taruna tingkat II oleh taruna tingkat tiga tidak digunakan untuk memukul. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya luka-luka serius pada para korban keesokan harinya setelah kejadian. Para korban, katanya, tidak merasa sakit karena keesokan harinya beraktivitas seperti biasa di kampus Akpol.

Mengenai unsur terang-terangan, pengacara terdakwa menilai bahwa unsur pada pasal 170 KUHP, yakni kejahatan di muka umum, tidak terpenuhi. Ia menafsirkan, kejahatan di muka umum sebagai tempat yang bisa dimasuki semua orang dan merupakan tempat publik.

"Kegiatan (kejadian) itu dimulai jam 00:00 WIB. Enggak mungkin diketahui publik dan dilakukan sembunyi-sembunyi. Lalu ruangan flat A adalah gudang tertutup," katanya.

Atas berbagai alasan itu, tim pengacara meminta Majelis Hakim membebaskan para terdakwa dari segala tuntutan. Terlebih para terdakwa adalah calon perwira terbaik bangsa yang masih memiliki masa depan panjang. Para terdakwa pun sudah meminta maaf dan dimaafkan oleh para korban.

Jaksa Penuntut Umum menuntut 14 terdakwa taruna tingkat III dengan tuntutan berbeda. Lima terdakwa dituntut hukuman tiga tahun bui. Mereka masing-masing; Christian Atmadibrata Sermumes, Martinus Bentanone, Gibrail Chartens Manorek, dan Gilbert Jordu Nahumury dan Inox Levi. Jaksa menjerat kelima terdakwa dengan pasal 170 ayat 2 ke-1 KUHP atau ayat 170 ayat 2 ke-3.

Sembilan terdakwa lain dituntut dengan hukuman 1,5 tahun penjara. Mereka, antara lain Joshua Evan Dwitya Pabisa, Reza Ananta Pribadi, Indra Zulkifli Pratama Ruray, Praja Dwi Sutrisno, Aditia Khaimara Urfan, Chikitha Alviano Eka Wardoyo, Rion Kurnianto, Erik Aprilyanto, dan Hery Avianto. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya