Sudah Pakai Sistem IT, Praktik Calo Tetap Ada di Imigrasi
- Nur Faishal (Surabaya)
VIVA – Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, menyelidiki dugaan pungutan liar pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur.
Munculnya dugaan pungli itu membuat banyak pihak terkejut, termasuk pihak imigrasi sendiri. Sebab, sistem pengurusan paspor yang digunakan saat ini sudah berbentuk digital.
Kasus pungli itu bermula kala tim Satreskrim Polrestabes melakukan penindakan di kantor Kanim Tanjung Perak, di Jalan Darmo Indah 21 Surabaya, Kamis petang 2 November 2017. Empat orang dari biro jasa atau calo dan pegawai imigrasi diamankan. Beberapa barang bukti disita polisi.
Kepala Satreskrim Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Leonard Sinambela menjelaskan, dua orang jadi tersangka dalam kasus ini, yakni calo dan seorang pegawai Imigrasi.
Mereka diduga bersekongkol melakukan pungli pada pengurusan paspor. "Untuk mempercepat pengurusan paspor," katanya saat dihubungi VIVA, Sabtu 4 November 2017.
Kasus itu membuat kaget Kepala Kanim Tanjung Perak, Romy Yunianto. Apalagi, dia baru menjabat satu bulan di posisi itu. Dia menyerahkan kasus itu kepada Kepolisian.
"Kami benahi terus pelayanan. Calo atau tindakan yang mengundang pungli akan ditindak tegas," ujarnya saat memberikan keterangan kepada wartawan di kantornya.
Sama dengan instansi lain, sebetulnya kantor imigrasi juga menerapkan layanan berbasis teknologi informasi dan sistem terintegrasi. Bahkan, pembayaran biaya pengurusan dokumen keimigrasian dilakukan dengan sistem yang sukar membuka pintu bagi praktik percaloan.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jatim, Susy Susilawati, mengakui soal sistem pelayanan model itu. Dia juga menegaskan, bahwa pembenahan terus dilakukan di kantor imigrasi agar bebas pungli.
"Sore sebelum penangkapan, kami rapat dengan Kepala Kanim Perak terkait pembenahan itu," ujarnya kepada VIVA melalui pesan singkat.
Lantas, kenapa masih ada saja praktik pungli dan calo beroperasi di kantor imigrasi? "Perkiraan saya penyebabnya adalah ketidaksabaran masyarakat. Tidak mau capek mengurus sendiri, sehingga menggunakan calo. Juga karena kuota terbatas, desakan biro jasa dan mentalitas petugas," kata Susy.