Jokowi Diminta Bijak Perhatikan Nasib Petani Tembakau
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Presiden Joko Widodo diminta memperhatikan nasib petani tembakau. Apalagi menyusul kebijakan yang akan diberlakukan pemerintah terkait kenaikan cukai rokok sebesar 10,04 persen, mulai 1 Januari 2018 mendatang.
Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dita Indah Sari mengatakan profesi petani tembakau ikut terpengaruh dari produksi rokok. Dengan kenaikan cukai maka ikut mempengaruhi terhadap pendapatan petani tembakau yang bergantung dari produksi rokok.
"Petani tembakau jerit karena perusahaan rokok akan menekan harga pembelian dari petani. Ini yang harus diperhatikan Presiden Jokowi secara bijak karena produksi rokok jadi sumber income kalangan petani tembakau," kata Dita kepada VIVA.co.id, Kamis, 26 Oktober 2017.
Dia mengkritisi kebijakan kenakan cukai rokok. Kebijakan ini juga disertai saran dari pemerintah agar petani tidak lagi menanam tembakau dan dicarikan tanaman alternatif. Menurutnya, saran agar petani tembakau beralih ke tanaman lain akan pendapatan warga desa sentra tembakau merosot.
"Jika petani tidak lagi menanam tembakau, adakah sumber income lain bagi warga desa? Sejauh ini, tidak ada. Lalu daya beli pasti akan anjlok," tuturnya.
Baca: DPR Dukung Jokowi Lindungi Petani Tembakau
Dijelaskan Dita, selama ini harga jual tembakau selalu tinggi. Satu patok tanaman tembakau dibeli tengkulak di sawah dengan harga kisaran Rp9 - Rp10 juta. Dibandingkan harga 1 patok padi yang dihargai tengkulak kira-kira Rp4 - Rp6 juta. Jika disarankan pemerintah beralih ke tanaman lain seperti padi, akan ada penghilangan pendapatan yang dialami petani tembakau.
"Siapa yang mau mengompensasi hilangnya selisih pendapatan dan turunnya daya beli ini? Apakah negara, uangnya dari mana?" jelasnya
Kemudian, ia menyoroti kenaikan cukai rokok yang realisasinya hingga sejauh ini dinilai belum berhasil. Menurutnya, realisasi cukai rokok tahun 2017 hanya sekitar Rp77 triliun. Sementara, target pemerintah dari cukai rokok sekitar Rp147 triliun.
"Jadi, kita heran kok hanya 50 persen teralisir malah mau dinaikkan cukainya. PKB berkepentingan karena petani tembakau konstituen kami," kata Dita.