Poin Keberatan Asosiasi Driver Online
- REUTERS/Edgar Su
VIVA – Kementerian Perhubungan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek alias taksi online.
Dalam revisi peraturan tersebut, ada sembilan poin aturan baru yang mengatur operasional taksi online yakni, argometer, tarif, wilayah operasi, kuota kendaraan, persyaratan minimal, bukti kepemilikan kendaraan, domisili TNKB, sertifikasi permohonan kendaraan baru, serta tugas dan fungsi penyedia layanan aplikasi.
Ketua Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen, mengatakan, dalam revisi permen tersebut masih ada beberapa pasal yang masih menjadi keberatan bagi para pengemudi taksi online. Salah satunya adalah pemasangan stiker.
"Kami melihat dari hasil revisi permen ini, masih ada beberapa pasal yang kami rasa keberatan, yang sebenarnya pasal ini tidak dicabut oleh MA tetapi diubah, direvisi, yaitu mengenai pemasangan stiker," kata Christiansen dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Rabu, 25 Oktober 2017.
Ia menjelaskan, dalam Permen Nomor 26 Tahun 2017 tersebut, awalnya dinyatakan stiker hanya terdapat di bagian kaca depan dan belakang dengan diameter 6 sentimeter. Akan tetapi dalam revisi permen tersebut, aturan itu ditambah lagi dengan pemasangan stiker di kaca bagian kanan kiri dengan diameter 15 sentimeter.
Atas dasar itu, pihaknya merasa keberatan. Sebab, dirinya menekankan bahwa kendaraan yang menjadi operasional para pengemudi taksi online tidak selama 24 jam beroperasi.
"Kendaraan kami ini tidak 24 jam full digunakan untuk operasional. Tetapi di waktu kosong kami masih membawa keluarga. Bahkan di hari libur kami masih membawa keluarga kami ke luar kota," ujarnya.
Selain itu, ia masih keberatan dengan adanya peraturan pemasangan kode khusus di nomor pelat kendaraan yang akan membuat aktivitas para pengemudi taksi online tidak bebas.
"Yang harus diingat bahwa pemerintah tidak berhasil mengeluarkan regulasi yang terkait dengan ekonomi kerakyatan tetapi masih mengedepankan ekonomi perusahaan. Jadi pemberlakuannya kami seperti karyawan, padahal mobil itu mobil kami sendiri. Kami bayar sendiri. Jadi itu lah yang krusial yang kami masih keberatan," katanya.
Sementara itu, mengenai masalah STNK, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk menyediakan waktu memberikan masa transisi kurang lebih empat bulan guna membentuk koperasi.
"Karena koperasi yang ada saat ini tidak layaknya koperasi. Mereka hanya menariki iuran tetapi tidak jelas laporan dan sebagainya," katanya.
Tak hanya itu, ia juga meminta pemerintah mengakomodasi terkait syarat pembuatan SIM A umum untuk para pengemudi.
"Semoga ini diakomodir pemerintah. Termasuk masalah SIM A umum, semoga pemerintah mengakomodir untuk memberikan potongan secara kolektif untuk pengaturannya. Jadi kurang lebih seperti itu," katanya.
Ancam unjuk rasa
Keberatan mengenai revisi permen tersebut, katanya, bukan hanya aspirasi para pengemudi taksi online di Jabodetabek. Namun, aspirasi dari pengemudi taksi online seluruh Indonesia yang tergabung dalam ADO.
"Saat ini kami sudah di 11 provinsi di empat pulau di Indonesia. Apa yang kami sampaikan bukan dari Jabodetabek, tapi menyerap aspirasi setiap daerah dan kami sepakat untuk penolakan terhadap stiker dan sebagainya tapi ternyata pemerintah tidak mengakomodir," katanya.
Ia pun merasa sedih karena pemerintah membuat revisi aturan tersebut dengan berpacu dan mencontoh peraturan di luar negeri. Menurutnya, setiap negara mempunyai permasalahan yang berbeda.
"Jadi saya sedih pemerintah selalu mengatakan lihat di Singapura, luar negeri. Kenapa tidak yang terjadi sebaliknya. Coba lihat di Indonesia yang stiker kecil depan belakang tapi dapat berjalan dengan baik. Artinya jangan memberikan contoh di luar. Ini Indonesia. Beda," katanya.
Ia pun menegaskan, keberatan-keberatan ini akan disampaikan ke pemerintah dan dapat diterima agar merevisi kembali aturan pemerintah.
Jika tidak, ia pun mengatakan, pihaknya akan melakukan unjuk rasa untuk memprotes revisi permen tersebut.
"Oleh karena itu semoga pemerintah mengakomodir, tetapi bila tidak kami sebagai warga negara yang dilindungi UU yang mempunyai hak menyampaikan aspirasi berserikat dan berkumpul kemungkinan besar langkah itu. Kami akan lakukan aksi dan protes kepada pemerintah," tuturnya.