ATVSI: Sistem Single Mux Kekang Kebebasan Pers
- Eduward Ambarita
VIVA – Revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menimbulkan polemik baru di kalangan dunia usaha. Pasalnya, pemerintah hendak memaksakan adanya sistem tunggal yakni single mux untuk mengatur frekuensi penyiaran.
Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi SK menyatakan penolakan keras terhadap usulan dari pemerintah dan DPR untuk single mux. Menurutnya, hal itu sama saja mengekang kebebasan pers.
"Misalnya, sebuah stasiun televisi jadi oposan pemerintah. Saluran televisi bisa diganti kualitas suara dan gambarnya. Jelas ini mengancam demokratisasi media," kata Ishadi ketika udiensi di kantor Dewan Pers Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Senin 23 Oktober 2017.
Selain itu, Ishadi juga mengatakan, konsep single mux yang nantinya menunjuk Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran digital disebut sebagai bentuk praktik monopoli.
Saat ini sudah hampir 1.500 pemancar televisi di seluruh Indonesia yang sudah bersiap dari analog menjadi digital. Dengan demikian, jumlah itu turut mengancam keberlangsungan dunia usaha yang telah menamamkan modalnya untuk peralihan ke sistem digital.
"Selama 30 stasiun swasta mengudara mereka sudah investasi besar. Kalau dipaksakan single mux kami akan menuntut pemerintah dalam arti kita punya aset yang diinvestasi. Jika diambil alih harus ada kerugian yang harus diganti," katanya.
Sementara, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan, usulan dari ATVSI ini nantinya akan menjadi bahan kajian ketika dilakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR.
Ia menyesalkan, Dewan Pers tidak pernah dilibatkan selama pembahasan RUU Penyiaran dilakukan. Sebagai lembaga yang melindungi hak dari pekerja dan perusahaan pers, pihaknya hanya ingin memastikan bahwa informasi tidak boleh dikendalikan oleh satu pihak. Apalagi dalam hal ini pemerintah.
Media perlu terus menjadi penyeimbang pemerintah seperti dalam menyampaikan kritik yang sifatnya membangun. "Kami belum melakukan kajian secara mendalam (single mux). Tapi pada dasarnya adalah tidak mungkin pemerintah bisa menjalankan kewajibannya hak atas informasi dan hak untuk tahu dari setiap warga negara. Swasta harus diberi peran, tinggal bagaimana pemerintah mengatur soal itu," katanya. (mus)