Ribuan Buruh RAPP Demo untuk Desak Pencabutan Sanksi
- VIVA.co.id/Ali Azumar
VIVA – Sejumlah organisasi buruh menggelar aksi unjuk rasa mendesak pemerintah mencabut sanksi Rencana Kerja Usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper, di Kantor Gubernur Riau, Senin, 23 Oktober 2017.
Ribuan buruh yang sengaja dirumahkan PT RAPP usai mendapat sanksi dari pemerintah karena tak mematuhi ketentuan perlindungan kawasan gambut itu mengaku terdampak akibat kebijakan itu.
"Ribuan buruh di Riau terzalimi," kata Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Rudy Prayitno.
Sementara itu, Head of Corporate Communications PT RAPP, Djarot Handoko, menyebutkan, sanksi RKU dari pemerintah diterbitkan pada 16 Oktober 2017. Atas itu, mereka menghentikan operasional mereka.
Aktivitas pembibitan, penanaman, pemanenan, dan pengangkutan di seluruh wilayah operasional PT RAPP di lima kabupaten yakni di Pelalawan, Kuantan Sengingi, Siak, Kampar, dan Kepulauan Meranti akhirnya dihentikan.
Djarot mengklaim, investasi mereka telah mencapai Rp85 triliun dalam upaya mendukung program hilirisasi industri pemerintah. Namun, karena ada sanksi itu, akhirnya tak bisa beroperasi.
"Semua membutuhkan jaminan dan kepastian hukum dalam berinvestasi," kata Djarot.
Setop Provokasi
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya Bakar dalam siaran persnya menyebutkan bahwa sanksi RKU kepada PT RAPP tak berkaitan dengan izin operasional seperti yang didengungkan kepada publik.
Menurut Siti, sanksi kepada PT RAPP adalah bentuk penertiban kepada perusahaan yang tak mematuhi ketentuan pemerintah dalam melindungi ekosistem gambut.
Yakni dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, di mana seluruh perusahaan HTI berbasis lahan gambut, harus menyesuaikan rencana kerja usaha mereka dengan aturan pemerintah.
Terdapat 13 perusahaan yang diwajibkan menyusun RKU mereka sesuai dengan pemerintah. Namun, hanya PT RAPP yang menolak mematuhi kebijakan itu, dan 12 lain yang telah selesai RKU-nya justru tak menemui masalah.
"Jika benar RAPP sayang pada rakyat, mereka harusnya patuh dan berbisnis dengan baik sesuai aturan pemerintah, bukan dengan aturan mereka sendiri. Bisa berbahaya sekali jika semua perusahaan ingin berbisnis dengan aturan mereka dan bukan aturan pemerintah," kata Siti.
Siti mengingatkan bahwa perusahaan yang beroperasi di wilayah gambut sangat penting untuk mematuhi ketentuan. Sebab, kawasan itu begitu rentan dengan kebakaran. Penanganannya tak cukup hanya dengan pemadaman rutin, namun harus melalui sistem pencegahan sejak dini.
"KLHK memberi perintah dan sanksi, agar RAPP tidak melakukan penanaman di areal lindung ekosistem gambut. Namun, mereka tetap bisa menanam di areal budidaya gambut. Jadi, tidak ada masalah harusnya," kata Siti.
Dijadwalkan, kementerian akan melakukan pemanggilan terhadap manajemen PT RAPP pada Selasa, 24 Oktober 2017. Langkah ini untuk mengklarifikasi isu yang menyebar di tingkat masyarakat bahwa PT RAPP telah dicabut perizinannya dan memicu gejolak.
"RAPP harusnya patuh, ikut menenteramkan suasana, dan bukan justru melakukan manuver-manuver memprovokasi rakyat. Karena ini hanya soal kepatuhan dan ketaatan, sehingga tidak seharusnya mengganggu apa pun dari operasional perusahaan," ujar Siti.