ATVSI Tegaskan Revisi UU Penyiaran Harus Visioner
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil R Tobing menilai, Rancangan Undang Undang (RUU) pengganti UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran harus visioner.  Artinya, UU itu mengantisipasi perkembangan industri penyiaran di masa depan.
"(UU Penyiaran) Harus bisa mengantisipasi perkembangan industri penyiaran 20 tahun ke depan. Industri penyiaran yang sudah multi platform. Jadi aturan-aturan multi platform digitalisasi harus diatur dalam Undang Undang secara jelas," kata Neil dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu 21 Oktober 2017.
Pertimbangan kedua menurutnya, RUU itu juga harus bisa menjamin keberlangsungan usaha di bidang industri penyiaran yang ada di tanah air. Karena, penyiaran adalah industri strategis yang idealnya dikuasai oleh anak bangsa.
"Kita bukan hanya mencari keuntungan tapi kita paham benar industri penyiaran harus mematuhi peraturan yang ada. Sebagai sarana hiburan, informasi dan perekat sosial. Kontribusi swasta tidak kecil, jadi patut diperhatikan," tambahnya.Â
Terkait perdebatan konsep single mux atau multi mux, kata dia,  ATVSI mengusulkan bahwa lebih baik menggunakan multi mux. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan demokrasi penyiaran. Apalagi, mayoritas negara di dunia menggunakan konsep tersebut.
"Dalam rangka mewujudkan demokrasi penyiaran. Multi mux adalah konsep bisnis yang baik, hampir seluruh negara di dunia menggunakan konsep multi mux. Multi mux itu akan menghilangkan praktik-praktik monopoli yang dilarang oleh UU No 5 tahun 1999," ujarnya.
Neil mengimbau, para wakil rakyat di Senayan yang tengah membahas RUU penyiaran untuk memperhatikan usulan dan saran dari ATVSIÂ tersebut. Sehingga dalam penerapan UU ini tidak ada pihak yang dirugikan. (one)