Benarkah Mitos Hewan Turun Gunung Pertanda Meletus?
- ANTARA FOTO/Septianda Perdana
VIVA – Hampir sebagian besar orang percaya jika hewan-hewan sudah berlarian turun dari gunung, maka akan menjadi pertanda akan meletus. Namun benarkah kepercayaan ini?
Menurut tim Tanggap Darurat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk Gunung Agung Bali, Devy Kamil Syahbana, kepercayaan bahwa hewan turun gunung pertanda akan meletus memang sudah menjadi pengetahuan lokal bersama orang Indonesia.
Ia melihat itu sebagai sebuah pengetahuan lampau yang merujuk pada perilaku hewan yang secara alamiah berupaya menyelamatkan diri.
FOTO: Pemantauan aktivitas Gunung Bromo
Namun demikian, ia berpendapat bahwa pengetahuan itu tetap harus juga memperhatikan hal lain. Terutama dari laporan yang didapat dengan menggunakan peralatan canggih.
"(Jadi) Tidak melulu juga hewan turun berarti gunung akan meletus," ujar Devy, Jumat, 20 Oktober 2017.
Hewan juga jadi korban
FOTO: Proses evakuasi hewan ternak dalam letusan Gunung Kelud
Menurut Devy, apa yang menjadi kepercayaan masyarakat soal perilaku hewan ketika menghadapi bencana, tak sepenuhnya salah.
Namun memang ada persepektif yang berbeda jika disandingkan dengan menggunakan alat atau teknologi. Di Gunung Agung Bali misalnya, hingga kini warga tetap percaya bahwa sebelum hewan turun gunung maka tidak akan meletus.
"Apakah yang dipercaya masyarakat salah? Saya tidak mau mengatakan salah, karena itu dua pendekatan yang berbeda. Kita melakukan pendekatan melalui peralatan, sementara mereka pendekatannya melalui perilaku hewan," ujar Devy.
Hanya saja Devy mengingatkan bahwa memang ada banyak kompleksitas lain yang tidak dipahami publik soal gunung. Termasuk juga itu dialami oleh para hewan.
FOTO: Warga korban erupsi Gunung SInabung Sumatera Utara
Ia pun mencontohkan kejadian di Gunung Saint Helen di Skamania County Washington DC Amerika Serikat. Gunung yang meletus pada tahun 1980 itu telah membuat banyak hewan justru mengalami kematian.
"Di St. Helen itu kan miliaran jumlah hewan mati karena letusan. Itu bukti bahwa sebetulnya alam mempunyai tanda-tanda yang mungkin tidak bisa difahami secara komprehensif bukan hanya oleh manusia, tapi juga oleh hewan," ujar Devy.
FOTO: Pengungsi gunung Merapi Yogyakarta saat diselematkan
Contoh berikutnya di Gunung Merapi Yogyakarta. Ketika terjadi letusan, dilaporkan juga banyak hewan yang mati. "Tidak semuanya selalu selamat," ujarnya.
Karena itu, ia mengingatkan untuk tetap memperhatikan seluruh pertanda gunung. "Yang paling bijak ketika dia beraktivitas adalah hormati Gunung Agung. Nanti suatu saat dia normal kita bisa balik lagi. Tapi kalau dia di atas normal tapi kita cuek-cuek saja, jangan sampai dipikir kita nantangin." (ren)