Pemerintah Tak Otomatis Pakai Dokumen AS soal Kasus 1965

Menkopolhukam Wiranto didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memberikan keterangan pers soal senjata api, Jumat (6/10/2017).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Pemerintah tak akan langsung menggunakan dokumen rahasia Amerika Serikat tentang peristiwa pembantaian tahun 1965, yang baru saja dideklasifikasi, untuk mengungkap salah satu kasus kemanusiaan terbesar di Indonesia itu.

Perintah Jaksa Agung, Ambil Langkah Cepat Kasus Pelanggaran HAM Berat

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, pemerintah perlu menguji kebenaran jika hendak menggunakan dokumen itu, atau dokumen-dokumen lain, untuk menyelesaikan pengungkapan kasus pembantaian tahun 1960-an.

"Adanya dokumen dari Amerika Serikat, atau dari mana pun nanti yang muncul, tentunya tidak serta merta dokumen itu kami jadikan satu bagian dari proses (pengungkapan)," ujar Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, 19 Oktober 2017.

Di DPR, Komnas HAM Lapor Update Kematian 6 Laskar FPI

Pemerintah, katanya, senantiasa berupaya menyelesaikan pengungkapan kasus dengan cara yudisial maupun non-yudisial. Meski demikian, akibat kasus telah terjadi puluhan tahun lalu, pengungkapannya menjadi begitu sulit.

Menurutnya, fakta-fakta kasus juga menjadi bias akibat waktu yang telah begitu lama berlalu. Perkembangan situasi hukum serta kemasyarakatan di Indonesia juga menambah rumit upaya pengungkapan kasus.

Aktivis KNPI Kenang Sosok Isa Hasanda, Pelukis Lekra Tapol Orde Baru

"Maka sebenarnya, kejadian-kejadian yang menyangkut masalah hukum itu, hanya bisa adil, dan sangat efektif, jika disesuaikan dengan situasi saat itu, dengan hukum saat itu, dan kondisi masyarakat saat itu," ujarnya.

Meski demikian, pemerintah tetap pada komitmennya untuk menyelesaikan pengungkapan kasus-kasus terkait hak asasi manusia masa lalu. Kondisinya memang cukup rumit, "Tetapi bukan berarti pemerintah menyerah," ujarnya.

Rekonsiliasi

Dalam kesempatan berbeda, Staf Ahli Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Theo Litaay, menganggap dokumen itu tidak akan berpengaruh terhadap upaya pemerintah melakukan rekonsiliasi korban peristiwa 1965.

"Rekonsiliasi tetap jalan, tetap didorong, karena itu salah satu bagian penyelesaian HAM masa lalu," kata Theo usai diskusi tentang ‘Evaluasi Kinerja HAM Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi’ di Jakarta.

Theo memastikan pemerintah terus mendorong upaya rekonsiliasi. Ia mengklaim selalu ada kemajuan positif dalam penyelesaian kasus HAM tahun 1965. 

Namun, dia tak dapat memastikan kasus-kasus HAM masa lalu selesai pada sisa dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Idealnya bisa selesai, tapi kalau pun tidak selesai nanti dilanjutkan masa pemerintahan berikutnya," katanya.

Pemerintah akan mempelajari dan berkomunikasi dengan Amerika Serikat terkait dokumen setebal 39 halaman yang menyatakan pemimpin PKI telah dieksekusi, dan pejabat Amerika secara aktif mendukung upaya Angkatan Darat Indonesia untuk menghancurkan gerakan buruh yang tertinggal di negara itu.

"Saya kira penyikapan terhadap Informasi sejarah itu akan berlangsung seiring dengan waktu. Ini informasi awal yang kami terima. Perlu kami dalami lagi, kami kaji lagi nanti kemudian disiapkan konsultasi, termasuk pemerintah AS yang disebut di dalamnya," katanya.

Aksi kemanusian untuk muslim Uighur. (Foto ilustrasi).

Dokumen Soal Uighur Bocor, HMI Singgung Pelanggaran HAM

Dokumen tersebut dinilai semakin menunjukkan bukti-bukti adanya pelanggaran HAM berat terhadap muslim Uighur di Xinjiang China.

img_title
VIVA.co.id
6 Desember 2021