Bupati Tolikara Terpilih Sesalkan Penyerangan di Kemendagri
- Istimewa
VIVA.co.id – Insiden perusakan dan penyerangan Kementerian Dalam Negeri, Rabu lalu, 11 Oktober 2017, mencoreng demokrasi Indonesia. Bupati Tolikara terpilih, Usman Wanimbo menyesalkan aksi penyampaian aspirasi yang dilakukan sekelompok pendukung masyarakat Tolikara, sehingga berujung aksi anarkis tersebut.
Usman juga menyampaikan permohonan maaf, karena imbas aksi tersebut menyebabkan beberapa korban luka.
"Saya selaku Bupati Tolikara terpilih, menyampaikan permohonan maaf kepada Kemendagri dan para pihak yang menjadi korban korban, karena aksi beberapa hari lalu," kata Usman dalam keterangan tertulisnya yang diterima VIVA.co.id, Sabtu 14 Oktober 2017.
Ia menekankan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tolikara berlangsung kondusif dan damai. Tak ada konflik dalam pelaksanaan pilkada pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, dengan aksi penyerangan ini, Usman juga merasa heran.
"Hal seperti aksi ini tak layak dilakukan, karena Pilkada Tolikara berlangsung demokratis dengan proses panjang dan suasana yang damai," jelas Usman.
Usman pun meminta kepada semua pihak, agar bisa menjaga sikap dan menerima putusan MK. Jika memang tak puas, bisa disampaikan dengan cara yang elegan tanpa anarkis.
"Jangan ketidakpuasan disampaikan dengan cara-cara kekerasan, yang berujung melanggar hukum," kata Usman.
Kemudian, ia menjelaskan kembali terkait pelaksanaan Pilkada Tolikara. Menurutnya, setelah Usman dan pasangannya, Dinus Wanimbo ditetapkan sebagai pemenang, MK memutuskan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 18 distrik. Hal ini, karena adanya rekomendasi panwaslu yang tak dijalankan KPU Tolikara. Ada pun Pilkada Tolikara masuk rangkaian dari Pilkada Serentak gelombang dua pada Februari 2017 lalu.
Usman membandingkan pendukungnya yang sebenarnya kecewa, tetapi bisa legowo menerima keputusan MK, meski sebelumnya sudah ditetapkan sebagai pemenang. Dalam PSU di 18 distrik, dinilainya sudah berlangsung kondusif dan tak ada masalah.
"Nah, tapi kan itu putusan MK, yang harus menjadi acuan dalam penyelesaian sengketa pilkada. Itu harus diterima dengan jiwa besar," tuturnya.
Usut tuntas
Terkait kasus ini, ia menyerahkan sepenuhnya kepada aparat Kepolisian untuk mengusutnya. Usman juga meminta kepada masyarakat Tolikara tak terpancing pascainsiden di Kemendagri.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Tolikara Obama Tabo. Tabo berharap, Kepolisian bisa bersikap sesuai aturan dalam mengusut insiden penyerangan kantor Kemendagri. Menurutnya, dalang dalam aksi pengrusakan dan penyerangan di Kemendagri bisa diusut secara adil.
Tabo mengapresiasi aparat Kepolisian yang bersikap cepat dalam menindak pelaku pengrusakan tersebut. Tetapi, otak penyerangan ini diminta juga diusut.
"Hukum jangan hanya berlaku kepada pelaku, tetapi juga kemungkinan adanya pihak lain yang menjadi aktor eksekutif seperti misalnya menyokong dana kepada mereka. Ini penting, agar dijadikan pelajaran dalam pilkada berikutnya," jelas Tabo.
Seperti diberitakan sebelumnya, massa pendukung salah satu calon bupati Kabupaten Tolikara, Papua, Rabu sore, 11 Oktober 2017, mengamuk di kantor Kemendagri. Jakarta Pusat. Mereka merusak sejumlah fasilitas di kantor tersebut dan mengakibatkan tiga orang karyawan Kemendagri mengalami luka hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kerusuhan itu dipicu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak sengketa Pilkada Tolikara beberapa waktu lalu.
"Mereka tidak mau tahu keputusan KPU dan Keputusan MK. Menurut mereka tidak adil dan mereka yang kalah minta Mendagri membatalkan keputusan MK dengan alasan curang," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya, Rabu 11 Oktober 2017.
Pihak yang kalah dalam sengketa hingga saat ini menolak putusan MK dan meminta Mendagri tidak melantik pihak yang menang, yakni Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Usman Wanimbo dan Dinus Wanimbo sesuai keputusan MK.
Ada tiga pasangan yang mengikuti Pilkada di Kabupaten Tolikara. Tiga pasangan calon bupati dan wakil bupati yang ikut, yaitu Usman Wanimbo-Dinus Wanimbo, Amos Yikwa-Robeka Enembe, dan Jhon Tabo-Barnabas Weya.