Eksekusi Mati Habiskan Puluhan Miliar, Efektif?
- ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
VIVA.co.id – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta pemerintah untuk meninjau ulang eksekusi mati untuk para terpidana.
Apalagi, menurut catatan KontraS, setiap eksekusi mati, negara harus merogoh kocek besar. "Untuk eksekusi mati itu per orang Rp200 juta," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Putri Kanesia, Selasa, 10 Oktober 2017.
Ini artinya, jika merujuk pada tiga kali jadwal eksekusi mati yang pernah dilakukan di era Presiden Joko Widodo dengan jumlah terpidana mati 18 orang, maka ada uang negara senilai Rp36 miliar yang telah dikeluarkan.
"Lebih baik (uang itu) digunakan untuk riset atau penelitian terhadap seluruh kasus peradilan tidak adil," ujarnya.
Untuk diketahui, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sepanjang 2015-2016, telah mengeksekusi 18 orang terpidana mati kasus nakotika.
Eksekusi ini dilakukan secara bertahap. Untuk gelombang pertama yakni, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (WN Australia anggota Bali Nine), Raheem Agbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanze (WN Nigeria), Martin Anderson (Ghana), Rodrigo Galarte (Brasil) dan Zainal Abidin (Indonesia).
Lalu gelombang kedua, yakni enam terpidana mati, yakni, Ang Kiem Soei (WN Belanda), Marco Archer (Brasil), Daniel Enemuo (Nigeria), Namaona Denis (Malawi), Rani Andriani (Indonesia) dan Tran Bich Hanh (Vietnam).
Dan gelombang tiga yakni, Freddy Budiman (WN Indonesia), Seck Osmane (Nigeria), Humprey Jefferson Ejike (Nigeria) dan Michael Titus Igweh (Nigeria).